“ Yusuf berkata, ‘Wahai Tuhanku
penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika
tidak Engkau hindarkan daripadaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk ( memenuhi keinginan mereka ) dan tentulah aku
termasuk orang-orang yang bodoh.” (
Yusuf[12]:13 )
Seperti itulah sunnatullah
berlaku sebelum dan sesudahnya. Setiap kali seseorang menyampaikan kebenaran
secara terang-terangan dan mengajak manusia kepada kebenaran secara terbuka, maka
ia akan disakiti. Tetapi, kesudahan yang baik ini milik orang-orang yang bertakwa,
dan pertolongan pasti diperoleh orang-orang yang sabar. “ Dan diantara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada
ditepi, maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan
jika ia ditimpah oleh suatu bencana, berbaliklah ia kebelakang. Rugilah ia
didunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.”( al Hajj [22]:11 10
“ Dan di antara manusia ada orang yang berkata, ‘Kami beriman kepada
Allah, ‘Maka apabila ia disakiti ( karena ia beriman ) kepada Allah, ia
menganggap fitnah manusia itu sebagai azab Allah. Dan sungguh jika datang
pertolongan dari Tuhanmu, maka pasti akan berkata, ‘Sesungguhnya, kami adalah
besertamu. ‘Bukankah Allah lebih mengetahui apa yang ada dalam dada semua
manusia?” ( al Ankabuut [29]:10 )
Mahasuci Allah yang telah
membagi-bagikan suratan nasib. Tidak ada celaan dan tidak pula cercaan didalamnya.
Satu golongan ada di surge dan golongan lain di neraka.
Aku membaca ayat-ayat ini
seluruhnya, melayangkan pikiranku, dan berbagai makna menghampiri jiwaku.
Sebagian makna menahan sebagian makna yang lain. Pikiran berpindah dari
ayat-ayat menuju nasihat-nasihat, dan dari masa kini kepada masa silam. Aku
membuka lembaran-lembaran sejarah, lalu ditengah-tengah lembaran yang cemerlang
itu aku menemukan imam-imam fiqh Islam yang empat : Abu Hanifah an Nu’man bin Tsabit, Malik bin Anas, Muhammad bin Idris
asy-Syafi’I, Ahmad bin Hambal asy-Syaibani – Semoga Allah meridhai mereka
semua.
Mereka itulah orang-orang yang
telah membuka jalan fiqh bagi umat, dan meratakan jalan-jalan itu bagi orang
yang meniti jalan. Bagi umat Islam, mereka bagaikan matahari yang sangat
bermanfaat bagi dunia dan menyehatkan bagi badan. Meski demikian, tidak seorang
pun diantara mereka yang lepas dari cobaan dalam meniti kebenaran. Cobaan itu
pada hakikatnya adalah suatu anugrah dan tidak diragukan lagi keberadaannya.
Abu Hanifah pernah ditawari jabatan qadhi dua kali. Beliau
mengetahui bahwa kebebasan seorang qadhi waktu itu terancam oleh campur tangan
penguasa dan pendapat para khalifah. Padahal, kaidah umum yang berlaku saat itu
adalah lembaga qadhi termasuk lembaga tinggi yang tidak bisa diintervensi dan
dipengaruhi karena adanya keinginan pihak lain.
Abu Hanifah memiliki pendapat
sendiri tentang Negara sehingga beliau tidak mau menerima tawaran itu. Abu Ja’far
mendesak, namun Abu Hanifah tetap pada pendiriannya. Abu Ja’far bersumpah, dan
Abu Hanifah bersumpah. Masalahnya berubah menjadi ancaman, sehingga keduanya
tidak melakukan apapun terhadap tekad yang lebih kuat dari besi. Imam Abu
Hanifah didera sebanyak seratus cambukan hingga darah mengalir dipunggungnya,
namun ia tetap pada pendiriannya dan tidak melemah. Kemudian ia dipenjara
hingga meninggal dunia dalam penjara. Pendapat lain mengatakan bahwa beliau
dikeluarkan dari penjara dan dikurung dalam rumahnya tanpa boleh berfatwa, tidak
boleh dikunjungi oleh orang lain. Dalam keadaan yang demikian, beliau tetap
pada sikapnya yang pertama.
Ibunya datang menegur dan berkata
kepadanya, “Wahai Nu’man, sesungguhnya,
ilmu yang hanya mengakibatkan pukulan dan kurungan bagimu, sebaiknya engkau
lepaskan.” Abu Hanifah menjawab, “Ibunda, seandainya aku menginginkan dunia
niscaya aku tidak dipukul. Tetapi, aku menginginkan ridha Alllah dan menjaga
ilmu.”
Imam Malik ditanya tentang masalah perceraian yang dipaksa, dan
beliau mengerti apa yang dimaksud oleh penanya. Ia hanya bertanya tentang
sumpah yang dipaksakan pemimpin terhadap rakyatnya, sehingga tak ada jalan
keluar selain bersumpah agar terlepas dari siksaan yang pedih. Karena itu, Imam
Malik menjawab, “ Talak orang yang dipaksa tidak sah.”
Penguasa marah terhadap fatwa
sang imam, lalu ia memanggil sang imam dan berusaha membujuknya agar meninggalkan
pendapatnya. Tetapi, Imam Malik menolak hingga sang penguasa memerintahkan agar
ia dicambuk sebanyak seratus kali, ditarik dengan keras lengannya hingga putus,
lalu diarak di pasar-pasar. Dalam kondisi seperti itu Imam Malik tetap berkata,
“ Talak orang yang dipaksa tidak sah.”
Imam Syafi’I radhiyallahu ‘anhu, saat berada di Yaman, dituduh
bergabuf dengan kelompok Hizb ath Thalibiyyin dan dituduh mengancam
pemerintahan ar-Rasyid. Lalu, beliau dipanggil dari Shan’a ke Baghdad dalam
keadaan terikat dan dibebani dengan besi. Beliau berdiri didepan ar-Rasyid,
sedangkan dihadapannya ada hukuman : pedang dan cambuk. Sebelumnya, ia telah
disiksa sebanyak Sembilan kali dan hukuman berikutnya adalah hukuman yang
kesepuluh. Tetapi tekad Imam Syafi’I tidak melemah. Ia tidak bersedia tunduk.
Rasa takut tidak menghilangkan akal sehatnya, dan kebenaran tetap melekat dalam
jiwanya, sehingga beliau mendapat simpati dari khalifah.
Al-Mu’tashim berusaha membujuk Imam Ahmad bin Hambal asy-Syaibani untuk
mengeluarkan satu pernyataan yang sejalan dengan pandangan dan mazhab khalifah.
Tetapi Imam Ahmad adalah orang yang memegang Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah,
menentang segala sesuatu yang ia dengar selain Kitab Allah dan Sunnah
Rasulullah, tanpa berubah dan bimbang. Beliau dipukuli hingga jatuh pingsan.
Dikurung dalam rumahnya tanpa bisa berhubungan dengan seorang pun, sampai
akhirnya Allah membuka jalan baginya,
sehingga sepak terjak musuh beliau seperti yang dikatakan syair berikut.
“ Bagaikan orang yang membenturkan batu
besar disuatu hari
Agar ia tidak
dapat melemahkannya
Tetapi ia tidak
mampu melemahkannya
( Ibarat ) kambing
hutan yang melemahkan tanduknya “
Baik sebelum dan sesudah
peristiwa itu, sampai Allah memusakai bumi beserta isinya, sunnatullah Yang
Maha mulia lagi Maha besar akan tetap berlaku.
“ Dan sesungguhnya kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami
mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar diantara kamu, dan agar Kami
menyatakan ( baik buruknya ) hal ihwalmu ( Muhammad [47] : 31 )
Ya Allah, Jika cobaan berada
dalam ridha-Mu dan jalan-Mu, maka selamat datang cobaan. Bagi-Mu kerelaan
hingga kamu ridha. Selama Engkau tidak murka kepada kami, maka kami tidak
memedulikannya. Tetapi, ‘afiah-Mu lebih luas bagi kami. Hanya Allah-lah yang
memiliki perkara sebelum dan sesudahnya.
Wahai para mujahid yang
menyerukan kebenaran pada hari ini dan besok, inilah berita hari kemarin,
“ Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Alllah, maka
ikutilah petunjuk mereka” ( al-An’am
[6] : 90 )
10/ Dimuat dalam harian al-ikhwan al-muslimun edisi 192 tahun
pertama, kamis 25 muharram 1366H./19 Desember 1946
Tidak ada komentar:
Posting Komentar