Jumat, 28 Desember 2012

Keharmonisan Suami Isteri, Justru karena Mereka Berbeda

Keluarga harmonis adalah dambaan semua orang. Siapapun yang menikah dan membentuk bahtera rumah tangga, berharap akan bisa memiliki keluarga yang harmonis. Namun banyak orang memahami makna harmonis secara berlebihan, sehingga seakan-akan tidak mentolerir adanya perbedaan, pertengkaran, dan konflik antara suami isteri sama sekali. Keluarga harmonis dipahami sebagai keluarga yang tanpa perbedaan dan tanpa pertengkaran.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata harmonis memiliki makna pernyataan rasa, aksi, gagasan, dan minat; keselarasan; keserasian. Dalam konteks keluarga, kata harmonis dekat dengan makna keselarasan dan keserasian antara suami, isteri dan seluruh anggota keluarga. Selaras dan serasi, menunjukkan suatu kesamaan tujuan dan cita-cita, walaupun kondisinya tidak selalu sama. Mungkin saja ada hal yang berbeda, namun perbedaan terbingkai dalam keselarasan dan keserasian.

Kapan kita mengatakan pakaian yang dikenakan seseorang sebagai serasi? Apakah karena warnanya sama? Seorang lelaki muda mengenakan sepatu, celana panjang, hem, dasi, jas dan topi dengan warna yang sama. Warna hitam semua, atau merah semua, atau putih semua, itukah serasi?

Bahkan anda akan sulit menilai penampilan lelaki muda tersebut, apabila semua yang dikenakan memiliki warna yang sama. Justru penampilan dikatakan serasi apabila ada perbedaan, namun beda yang serasi. Misalnya ia mengenakan sepatu berwarna hitam, kaus kaki abu-abu, celana panjang hitam, kemeja warna putih, jas hitam, dasi merah tua, dan peci berwarna hitam. Ada banyak warna yang dikenakan, namun justru itu yang membentuk makna serasi.

Perbedaan Adalah Unsur Keserasian

Karena salah satu makna keharmonisan adalah keserasian, maka perbedaan justru menjadi salah satu unsur terpenting di dalamnya. Jangan berharap suami dan isteri akan sama dalam semua hal, karena sejak dari awalnya memang tidak sama. Kesamaan mereka terjadi dalam hal yang prinsip, seperti kesamaan visi keluarga, kesamaan tujuan berkeluarga, kesamaan keyakinan hidup. Namun dalam berbagai sisi praktis, suami dan isteri tidak perlu sama.

Dalam konferensi tahunan British Psychological Society 2012, di antara tema yang menjadi pembahasan adalah perbedaan fisiologis dan biologis laki-laki dan perempuan. Para ahli mengupas beberapa perbedaan dalam kemampuan kognitif, misalnya, laki-laki memiliki keterampilan kesadaran spasial lebih baik. Sedangkan perempuan memiliki daya ingat yang lebih kuat untuk benda-benda, serta kefasihan dalam lisan.

Profesor psikologi Diane Halpern dari Claremont McKenna College di California, Amerika Serikat berharap bisa memperbaiki pengetahuan tahun 1980-an, yang menyatakan bahwa otak laki-laki dan perempuan hampir identik. “Kita memang melakukan sosialisasi pada anak laki-laki dan perempuan dengan cara yang berbeda. Namun kontribusi biologi yang ada bukanlah nol,” katanya.

Beberapa perbedaan utama antara laki-laki dan perempuan yang diyakini adalah biologis dalam sifat alami. Termasuk, pria yang memiliki kemampuan kuat untuk memikirkan obyek dalam bentuk 3D yang membantu mereka menavigasi. Bahkan perbedaan ini telah terlihat dalam hasil studi yang melibatkan bayi berusia tiga bulan. Perempuan ‘lebih baik dalam mengingat letak benda-benda’ dan lebih bisa menavigasi melalui landmark dibanding sifat umum navigasi laki-laki yang berupa arah.

Ada pula pertanyaan menggelitik, “Mengapa 90% dari manajer perusahaan adalah laki-laki, dan 90% dari sekretaris yang ada di perusahaan adalah perempuan?” Ini dianggap sebagai perbedaan umum antara laki-laki dan perempuan dalam beberapa segi kemampuan yang spesifik. Justru dengan adanya berbagai perbedaan kemampuan tersebut, laki-laki dan perempuan bisa saling melengkapi, saling mengisi, saling memberi dan saling membutuhkan satu dengan yang lainnya.

Tidak ada superioritas, bahwa lelaki lebih baik dan lebih unggul dari perempuan, atau perempuan lebih baik dan lebih unggul dari lelaki. Yang terjadi adalah, lelaki dan perempuan memiliki sisi-sisi kelebihan dan keunggulan, namun pada saat yang sama memiliki sisi kelemahan dan kekurangan. Untuk itulah, dalam sebuah keluarga mereka bisa saling menguatkan sisi kekurangan, dan bisa saling berbagi pada sisi kelebihan. Itulah makna serasi, sebuah perbedaan yang menimbulkan harmonis, saling memerlukan, saling mengisi dan melengkapi antara suami dan isteri.

Saling Memahami

Yang menjadi tuntutan dalam kehidupan keluarga adalah saling memahami adanya hal yang berbeda tersebut. Suami dan isteri harus membuka ruang penerimaan, pemahaman dan toleransi yang tinggi dalam jiwa mereka, akan hadirnya realitas perbedaan umum yang tidak bisa dihindarkan. Isteri yang sangat suka ungkapan verbal, dan suami yang kurang suka ungkapan verbal. Isteri yang banyak menggunakan potensi perasaan dalam memandang suatu kejadian, sementara suami lebih banyak menggunakan potensi akal.

Jika perbedaan tersebut dipahami dan diparesiasi secara tepat, tidak akan memunculkan konflik atau pertengkaran yang tidak perlu. Pertengkaran terjadi antara suami dan isteri, karena ada banyak hal berbeda yang ada dalam diri mereka. Jika masing-masing tidak mampu memahami realitas perbedaan ini, yang terjadi adalah peruncingan konflik yang mengarah kepada disharmoni. Boleh saja sesekali waktu bertengkar dan ada konflik, namun harus segera diredam dan diatasi dengan saling pengertian dan saling memahami antara suami dan isteri.

Rasakanlah keharmonisan, justru karena suami dan isteri memiliki banyak perbedaan.
Jika semua hal sama, lalu dimana letak kenikmatan hidup berkeluarga?
 
 

TAWA dan BISNIS

Dengan tertawa, transaksi dagang atau bisnis
menjadi mudah dan lancar.

Penelitian menunjukkan bahwa tawa para pedagang
akan mengurangi beban para pembeli
yang mengerutkan kening atau dahinya
lantaran semakin mahalnya harga-harga barang
yang harus mereka beli

hasilnya...
transaksi menjadi mudah dan lancar

Refleksi Akhir Tahun


Ketika Tahun Berganti

Beberapa hari lagi kedepan tahun akan berganti. Banyak harapan-harapan semua orang bermimpi. Namun sadarkah kita semua bahwa pergantian tahun kadang dimaknai hanya sesaat. Tidak ada upaya membuat harapan menjadi impian nyata terus di jaga.

Selasa, 18 Desember 2012

Orang Besar Dibentuk Kata-kata Positif



Bila Anda sering menonton TV, maka tentu Anda pernah menyaksikan yang namanya sinetron, telenovela, atau yang sejenis dengan itu. Anda menyaksikannya karena
hobby atau tidak sengaja ketika pijit channel, tidak jadi masalah. Yang ingin saya ingatkan dengan pernyataan di atas adalah suatu kenyataan bahwa dalam
acara-acara TV itu banyak sekali kita jumpai kata-kata kasar, menghina, memaki, mencaci mengumpat, dan lain sebagainya. Dan saya pikir, apa yang disajikan dalam
TV paling tidak adalah suatu gambaran real kehidupan manusia pada umumnya. Maksud saya dengan gambaran real adalah fenomena hubungan antar manusia yang sering
kali ditimpali oleh kata-kata kasar, menghina, mencaci, memaki dan sumpah serapah.

Masih terlalu banyak orang-orang yang dalam pergaulan sehari-hari senantiasa mengisi dialognya dengan kata-kata negatif tersebut. Sebentar-sebentar ia
teriak; “Anjing”, Babi, Setan, Goblok dan lain sebagainya. Jika Anda mau sedikit meneliti, hampir semua abjad alphabet dapat mewakili satu atau lebih
kata negatif; (Anjing, Babi, Cucunguk, Dongo, Edan,Fuck you, Goblok, Haram jadah, dan seterusnya). Mohon alinea ini dibaca dalam hati saja, hanya untuk contoh.

Di hampir setiap tempat dan di setiap waktu dapat kita jumpai orang-orang yang biasa ataupun jarang-jarang, mengucapkan kata-kata kasar, kotor dan negatif ini. Di
pasar, di jalan, di kantor, di sekolah, di rumah, atau di manapaun yang di situ ada manusianya. Bahkan ketika sendiripun manusia masih sempat juga memaki; “Sialan!,
gua sendirian aja nih!”.

Kata-kata negatif biasa diucapkan manusia sebagai ekspresi dari rasa kesal, marah, iri, emosi atau bermaksud melecehkan. Ia terlontar kadang secara
spontan menurut kebiasaan pelakunya. Kadang kata negatif juga terlontar sebagai tanda keakraban yang sangat antara dua pihak; “Hei Asu, kemana aja lu???

Kata-kata negatif biasanya terlontar dari orang-orang yang secara faktual kurang bisa menahan emosi dan amarah, kurang religius dan kurang berpendidikan.
Namun tidak menutup kemungkinan bahwa di suatu saat,orang yang sangat saleh pun dapat lepas kendali dan melontarkan kata-kata negatif.

Di satu sisi, kata-kata negatif terkadang cukup manjur untuk melampiaskan kemarahan dan rasa kesal; misalnya kita berjalan kaki setelah hujan, lalu tiba-tiba ada
mobil ngebut dan menghempaskan genangan air berlumpur menyembur ke body kita; Kalau Anda orang biasa, sambil loncat Anda akan teriak : “Setaaan!!. Kalau Anda
loncat sambil teriak : “Astaghfirullaaah” , Anda orang yang luar biasa. Dengan teriakan itu mungkin kita akan sedikit merasa lega, dan sambil bersungut-sungut
mengibas-kibaskan pakaian yang kotor, kita akan melanjutkan perjalanan sementara yang ngebut tadi terus saja tanpa merasa berdosa.

Di sisi lain, kata-kata negatif merupakan awal bagi kehancuran peradaban manusia, di awali ketika Qabil berkata “Gua Bunuh lu!” kepada saudaranya Habil, dan
akhirnya terus berlanjut hingga era kita sekarang ini.Kata-kata negatif mengiringi derap manusia kemanapun ia melangkah dan mungkin akan terus demikian hingga
perjalanan manusia di dunia ini finish.

Implikasi psikologis dari kata-kata negatif sesungguhnya amat besar pengaruhnya pada perkembangan jiwa seseorang, apakah itu orang yang mengucapkannya
ataupun orang yang menjadi obyek ucapan tersebut.Ketika kata-kata negatif dilontarkan oleh seseorang,maka orang lain segera berkesimpulan seperti apa watak
orang tersebut. Manakala kata-kata negatif itu
ditujukan kepada diri sendiri, maka sang diri akan
menjadi sosok yang kerdil, tidak PEDE, emosional,
tidak bersemangat, tertutup, tidak punya keyakinan
untuk melakukan sesuatu dan pada akhirnya tidak bisa
berkembang ke arah kemajuan. Ia akan berjalan di
tempat sementara orang lain berlari maju. Bahkan
sangat mungkin ia malah surut ke belakang.

Tatkala kata-kata negatif ditujukan kepada orang lain,
biasanya berakhir pada perselisihan yang tidak sehat
alias cari penyakit. Jika kata-kata negatif diarahkan
seorang kepala keluarga atau ibu rumah tangga kepada
anaknya, maka si anak bukannya akan makin rajin,
inovatif, kreatif, aktif, bersemangat untuk maju dan
memiliki kepercayaan diri yang tinggi, justeru
sebaliknya, kata-kata negatif itu malah akan
membuatnya makin minder, malas tidak bersemangat,
tidak PEDE dan tidak berani untuk melakukan ide-ide
kreatifnya. Dan pada akhirnya sang anak akan tersisih
dari percaturan dunia.

“Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar
memaki; Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia
belajar rendah diri; Jika anak dibesarkan dengan
penghinaan, ia belajar menyesali diri.” Demikian
antara lain isi puisi Dorothy Law Nolte yang berjudul
“Children Learn What They Live”. Ini artinya peran
kata-kata orang di sekitar si anak akan membentuk
pribadinya ketika ia beranjak dewasa.

Prof. Emoto Masaru, seorang ahli teori gelombang telah
mengadakan penelitian sehubungan dengan kata-kata
negatif dan kata-kata positif. Ia melontarkan secara
bergantian kata-kata yang positif seperti Hebat, Kamu
Bisa, Terima Kasih, Aku Sayang Kamu dsb, serta
kata-kata negatif seperti Goblok kamu, Saya tidak
bisa, Menyebalkan, dllsbg, di atas permukaan air.
Kemudian dengan suatu alat khusus ia mengamati citra
yang dibentuk air sebagai akibat dari lontaran
kata-kata tadi. Ternyata kata-kata negatif membentuk
suatu citra yang rusak, tidak beraturan dan tidak
estetis. Sebaliknya kata-kata positif membentuk suatu
citra yang teratur rapi, beraturan dan bernilai
estetika tinggi. Jika jiwa manusia dianggap sebagai
air ( toh bahan dasar manusia memang air), maka
pengaruh kata-kata positif atau kata-kata negatif akan
membentuk citra yang kira-kira sama dan tidak jauh
berbeda pada hati dan jiwanya. (sumbernya mungkin
kurang jelas, saya dapat dalam suatu sesi pendidikan
di LG)

So, tidak perlu lama-lama menunggu datangnya petaka di
akhirat bagi orang-orang yang biasa mengumpat dan
mencela serta memaki, sebab di duniapun ia akan
berhadapan dengan petaka psikologis yang menimpa
dirinya atau orang-orang terdekatnya sebagai akibat
dari kata-kata negatif yang diucapkannya.
“Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela.”
(Q.S. Al-Humazah : 1)

Setelah kita ketahui betapa sangat berbahayanya
pengaruh kata-kata negatif bagi jiwa dan hati kita,
maka kini tinggallah menetapkan pilihan pada tiap-tiap
diri, apakah ia akan meneruskan kebiasaannya dengan
kata-kata negatif tersebut dan menggantinya dengan
kata-kata positif yang akan mengobarkan semangat,
membentuk kepercayaan diri, membangun kekuatan jiwa,
menguatkan pengendalian emosi, dan pada akhirnya akan
membentuk dirinya secara utuh sebagai manusia yang
bertutur dengan tutur kata yang telah digariskan oleh
Allah SWT. Manusia itu adalah hewan yang berbicara dan
berkomunikasi, kekerdilan diri ataupun kebesaran
jiwanya akan tergambar jelas dari apa yang ia ucapkan
dan dari ucapan-ucapan yang biasa ia terima. Maka
orang besar hanya akan menjadi besar jika ia biasa
mengucapkan kata-kata positif dan menerima kata-kata
positif pula. Apatah lagi jika yang positif itu tidak
hanya sebatas kata-kata, namun juga aplikasi cara
hidup sehari-hari.

“…Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil
harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang
baik (ma’ruf)”. (Q.S. An-Nisa : 5). Lihat juga
Al-Baqarah : 83; An-Nisa : 8; Al-Israa : 23-24;
Al-Ahzab : 32; Thaa Haa : 44; Al-Furqaan : 63.

Bagi Anda yang telah terbiasa mengucapkan katakata
positif, baik terhadap diri ataupun terhadap
orang-orang di sekitarnya, saya ucapkan selamat,
karena Anda telah memiliki modal dasar untuk menjadi
orang besar. Bagi yang biasa mengucapkan kata-kata
negatif, saya yakin ia bisa berhenti kapanpun ia
kehendaki, dan mulai dengan kata-kata positif untuk
membangun kebesaran jiwanya. Seperti kata pepatah
“Mulutmu Harimaumu”. Wallahu a’lam.


Sesungguhnya, hanya dengan mengingat Allah, hati akan
tenang

Oleh : Ahmad Sopiani

cinta & pernikahan




Cinta itu semakin dicari, maka semakin tidak ditemukan. 
Cinta adanya di dalam lubuk hati, ketika dapat menahan keinginan dan harapan yang lebih.
Ketika pengharapan dan keinginan yang berlebih akan cinta, maka yang didapat adalah kehampaan... tiada sesuatupun yang didapat, dan tidak dapat dimundurkan kembali.

Waktu dan masa tidak dapat diputar mundur.
Terimalah cinta apa adanya.
 


Perkawinan adalah kelanjutan dari Cinta. Adalah proses mendapatkan kesempatan,
ketika kamu mencari yang terbaik diantara pilihan yang ada, maka akan mengurangi kesempatan untuk mendapatkannya,
Ketika kesempurnaan ingin kau dapatkan, maka sia2lah waktumu dalam mendapatkan
perkawinan itu, karena sebenarnya kesempurnaan itu hampa adanya.
 

Senin, 17 Desember 2012

Coba berbaik

Ya Allah, sepertinya ini kesalahan yang tidak bisa dimaafkan. Kekasih yang tercinta coba bersabar, namun perjalanan tidak seindah diharap.
Kekuatan seakan-akan sudah mulai sirna hari demi hari, Ya Rabb, sambil kuatkan dan coba berbaik
semoga hari esok akan ada pengharapa yang berujung baik.