Senin, 21 November 2011

Amal jama’i, sebuah keteguhan dan keyakinan

oleh: dendy


Dakwah adalah kewajiban

Dr. Abdul Karim Zaidan dalam dalam kitabnya “Ushulud Dakwah” menjelaskan tiga alasan wajibnya dakwah.
Pertama, karena Allah telah mengutus Rasul-Nya untuk seluruh umat manusia. Allah Ta’ala berfirman: Katakanlah, “Hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua”. (Al-A’raf : 158)
Yang kedua, tersebarnya kemusrikan dan kekafiran di muka bumi akan membahayakan kaum Muslimin, baik cepat atau lambat.
Ketiga, berdakwah berarti menghindarkan kaum Muslimin dari kebinasaan dan
azab Allah.
Zinab binti Jasy bertanya kepada Rasulullah saw., “Ya Rasulullah, apakah kami akan
binasa juga sedang ada di antara kami prang-orang yang masih melalukan
kebaikan?” Rasulullah saw. Menjawab, “Ya, apabila kejahatan telah merata”.( HR.
Muslim, dikutip oleh Qurthubi dalam tafsirnya)

Berpadu dengan amal jama’i
Para ulama sepakat bahwa dakwah tidak bisa tegak efektif apabila masih dilakukan sendiri-sendiri. Maka adalah suatu kewajiban bagi setiap individu untuk melakukan amal jama’i. Ditambah fitrah manusia sebagai makhluk sosial, semakin konsep amal jama’i tidak bisa dihindari. Selain itu, amal jama’i merupakan kenikmatan dan landasan kekuatan dakwah.


Allah SWT berfirman dalam surat al-Imron (3:103), “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai…”


Dalam surat ash-Shaaf (61:4), Allah pun berfirman, “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.”

Keterkaitan inilah yang membuat ruang gerak dakwah semakin bersinergi. Dalam praktek amal jama’i inilah ada orang yang mendapatkan nilai tinggi karena ia betul-betul sesuai dengan tuntutan dan adab amal jama’i. Kejujuran, kesuburan, kejernihan dan kehangatan ukhuwahnya betul-betul terasa.

Namun perlu diingat, walaupun telah bekerja dalam jaringan amal jama’i, namun pertanggungjawaban amal kita akan dilakukan di hadapan Allah SWT secara sendiri-sendiri.
Karenanya jangan ada kader yang mengandalkan kumpulan-kumpulan besar tanpa berusaha meningkatkan kualitas dirinya. Ingat suatu pesan Rasulullah SAW: Man abtha-a bihi amaluhu lam yusri’ bihi nasabuhu (Siapa yang lamban beramal tidak akan dipercepat oleh nasabnya).

Adalah Basyar ibn Burd (95 – 167 H = 714 – 784 M), seorang penyair di era Abbasiyah, dia telah memberi pelajaran beramal jama’i dengan sangat menarik.
Dia berkata:

Kalaulah setiap dosa yang dilakukan temanmu engkau cela.
Niscaya engkau tidak akan mendapati seorang pun yang tidak akan engkau cela
Tetaplah bersambung dengan saudaramu
Tapi ingat
Saudaramu itu adalah seorang manusia yang sesekali melakukan dosa
Dan pada kali yang lain meninggalkannya
Kalau engkau tidak pernah mau meminum air yang tanpa tercampur kotoran
Niscaya engkau akan kehausan
Siapa sih manusia yang minumnya benar-benar bersih dan jernih
?

Uraian syair diatas syarat makna untuk para aktifis dakwah dalam beramal jama’i, kita mestilah mempunyai sedikit sikap taghaful (pura-pura tidak tahu) terhadap kekeliruan atau kesalahan saudara kita. Sebab, hanya ada satu dari dua opsi: pertama adalah hidup sendirian, agar kita tidak melihat kesalahan dan kekeliruan orang lain atau kedua hidup bersama, namun penuh kesadaran bahwa saudara kita itu seorang manusia, yang berpotensi salah.

Permisalannya, seperti air minum. Di zaman Basyar ibn Burd dahulu, mana ada sih air minum yang selalu dan benar-benar bersih tanpa tercampur kotoran?!
Opsinya adalah satu dari dua pilihan;
•Menunggu air itu benar-benar bersih, yang berkonsekuensi kepada kehausan, bahkan bisa kematian, atau
•Meminum air yang tidak benar-benar bersih itu

SubhananALLAH, begitu indahnya dakwah itu dibangun dan dibesarkan dengan sebuah amal, amal jama’i.
Kekuatan amal jama’I inilah yang akan InsyaAllah akan mensukseskan agenda-agenda besar dakwah dimasa yang akan datang.
Allahu Akbar..........!

Kamis, 17 November 2011

Kuatnya Cinta Menghadirkan Segalanya

by : dendy

Didunia ini apapun bisa lakukan apabila gerak sesuatunya dilandasi dengan cinta. Hadirnya kekuatan cinta ini luar biasa akan mempengaruhi segala sesuatunya. Cinta adalah motivasi yang paling kuat. Cinta adalah penggerak hati, pikiran, dan tindakan. Seseorang akan merasa tergerak hatinya saat sesuatu yang dicintainya disebutkan. Cinta menggerakan pecinta untuk mencari yang dicintainya.

Kekuatan dahsyat ini lah yang memberanikan si kecil Ali ra. menggantikan posisi nabi Muhammad Saw. di atas ranjangnya pada malam hijrah. Padahal telah tersiar kabar di kota Mekkah, akan ada konspirasi yang mengerikan. Karena setiap perwakilan kabilah dengan pedangnya yang terhunus, siap mengepung rumah nabi dan menghabisinya di malam itu juga. Namun Ali ra. tak gentar, ia pun berada di atas ranjang nabi tanpa ada rasa khawatir. Tentunya keberanian ini tak lepas dari kuatnya cinta Ali kepada Rasulullah Saw.

Pilar pertama cinta tertinggi adalah mencintai Tuhan.
Dalam Creating Affluence Deepak Chopra mengatakan,” Pertama, kenalilah Tuhan. Segala yang lain hanyalah detail,” Tuhan telah menciptakan Anda dan mencintai Anda tanpa syarat. Dialah yang pertama dan terakhir, tidak ada yang sebelum Dia dan tidak ada yang setelah Dia. Dialah kekuatan tertinggi, yang maha pemurah dan maha pemberi, dan tak peduli apapun yang pernah Anda lakukak, tak peduli berapa banyak dosa yang Anda kerjakan, Jika Anda memohon ampunan Tuhan dengan hati yang tulus, Dia akan mengampuni Anda.

Nabi Muhammad bersabda,”Wahai Anak Adam, jika dosamu setinggi langit dan engkau memohon ampunan kepada Tuhan. Dia akan mengampunimu.” Bisakah Anda bayangkan betapa Tuhan sangat mencintai Anda?

Kamis, 10 November 2011

BOLA KACA, BOLA KARET

Brian Dyson, mantan eksekutif Coca Cola, pernah menyampaikan pidato yang sangat menarik, "Bayangkan hidup itu seperti pemain akrobat dgn lima bola di udara.
Anda bisa menamai bola itu dengan sebutan:
bola 1.Pekerjaan
bola 2.Keluarga
bola 3.Kesehatan
bola 4.Sahabat, dan bola 5.Semangat
Anda semuanya harus menjaga semua bola itu tetap di udara dan jgn sampai ada yang terjatuh. Kalaupun situasi mengharuskan Anda melepaskan salah satu diantara lima bola tsb, lepaskanlah Pekerjaan karena pekerjaan adalah BOLA KARET.

Pada saat Anda menjatuhkannya, suatu saat ia akan melambung kembali, namun 4 bola lain seperti: Keluarga, Kesehatan, Sahabat dan Semangat adalah BOLA KACA. Jika Anda menjatuhkannya, akibatnya bisa sangat fatal!

Brian Dyson mencoba mengajak kita hidup secara seimbang. Pada kenyataannya, kita terlalu menjaga pekerjaan yg adalah bola karet, bahkan kita mengorbankan Keluarga, Kesehatan, Sahabat dan Semangat demi menyelamatkan bola karet tsb. Demi uang atau pekerjaan, kita mengabaikan keluarga. Demi meraih sukses dalam pekerjaan, kita jadi workaholic dan tidak memperhatikan Kesehatan. Bahkan demi uang atau pekerjaan, kita rela menghancurkan hubungan dengan Sahabat yang telah kita bangun bertahun tahun lamanya.
Bukan berarti pekerjaan tidak penting, jgn sampai pekerjaan atau uang menjadi BERHALA dalam hidup kita. Ingatlah, kalaupun kita kehilangan uang masih bisa kita cari lagi, tapi jika Keluarga sudah terjual, kemana kita membelinya lagi?

Lihat kisah Yusuf yang meski pernah dibuat miskin, habis-habisan, dan sengsara oleh kakak-kakaknya, tapi tetap tahu bahwa Keluarga lebih penting dari penderitaannya itu. Uang hilang masih bisa dicari, tapi apa kita bisa membeli Sahabat?
Uang hilang masih bisa dicari, tapi apakah kita bisa memulihkan Kesehatan kita secara normal jika kita terkena penyakit kritis?
Jagalah prioritas hidup Anda tetap seimbang (y).

Copas dr group QTI

Rabu, 09 November 2011

Wanita Muslimah

Secara ringkas, Islam membicarakan pandangannya tentang wanita di masyarakat yang termuat dalam butir-butir berikut ini:

Pertama: Kewajiban Mendidik Wanita
Islam melihat adanya kewajiban untuk memperbaiki dan mentarbiyahi akhlak wanita dengan keutamaan-keutamaan dan kesempurnaan sejak dini. Islam juga menganjurkan para bapak dan para wali wanita untuk melakukan hal ini dan menjanjikan bagi mereka pahala besar dari Allah, serta mengancam mereka dengan adzab yang pedih jika mereka menelantarkannya.
"Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan oleh-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." (At-Tahrim: 6)


Dalam hadits shahih Rasulullah saw. bersabda,
"Setiap kalian itu adalah penggembala dan akan dimintai pertanggungjawaban atas yang digembalakannya. Seorang Imam adalah penggembala dan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang digembalakannya, seorang laki-laki adalah penggembala didalam keluarganya dan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang digembalakannya, seorang wanita adalah penggembala di rumah suaminya dan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang digembalakannya, seorang pembantu adalah penggembala dari harta majikannya dan dimintai pertanggungjawaban atas yang digembalakan, dan setiap kalian adalah penggembala dan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang digembalakannya." (HR. Syaikhan dari Abdullah bin Umar)
Dari Ibnu Abbas ra. Berkata Rasulullah saw.,
"Tidaklah seorang muslim yang mempunyai dua anak perempuan, kemudian ia berbuat baik dalam hubungan dengan keduannya kecuali keduanya akan bisa memasukannya ke dalam surga." (HR. Ibnu Majah dengan sanad yang shahih dan Ibnu Hibban dalam kitab Shahihnya)
Dari Ibnu Abbas ra. Berkata, Rasulullah saw. bersabda,
Barangsiapa yang mempunyai tiga anak perempuan, atau dua anak perempuan, atau dua saudara perempuan, kemudian ia berbuat baik dalam berhubungan dengan mereka dan bertakwa kepada Allah atas (hak) mereka, maka baginya surga." (HR. Tirmidzi dan Abu Dawud, hanya saja pada riwayat Abu Dawud Rasulullah saw bersabda, "Kemudian ia mendidik, berbuat baik, dan menikahkan mereka, maka baginya surga.")
Di antara didikan yang baik bagi anak-anak dalam mengajarkan kepada mereka apa saja dari hal-hal yang sesuai dengan keberadaan mereka seperti: membaca, menulis, berhitung, ilmu agama, sejarah para salafus shalih, -lelaki maupun perempuan-, mengurus rumah, masalah-masalah kesehatan, dasar-dasar tarbiyah, mengurus anak, serta segala sesuatu yang dibutuhkan oleh seorang ibu dalam mengatur rumah dan mendidik anak-anaknya.
Dalam hadits Bukhari dikatakan, Rasulullah saw. bersabda, "Sebaik-baik wanita adalah wanita Anshar, rasa malu tidak menghalangi mereka untuk mendalami agama."
Banyak wanita salaf dahulu yang menjadi gudang ilmu, keutamaan, dan fiqih dari dien Allah.
Sedangkan selain hal-hal di atas, dari ilmu-ilmu yang tidak dibutuhkan oleh wanita, maka sia-sia dan tiada guna. Wanita tidak perlu akan hal itu, lebih baik ia menggunakan waktunya untuk hal-hal yang bermanfaat.
Adalah Abul A'la Al Ma'arry berpesan kepada wanita seraya berkata,
"Ajarilah mereka memintal dan menjahit
Biarkan mereka membaca dan menulis aksara
Doanya seorang dara dengan Al-Fatihah dan Al-Ikhlas
Sama dengan membaca Yunus dan Bara'ah"
Memang kita tidak menghendaki hanya sampai disitu saja namun kita juga tidak menghendaki mereka-mereka yang melampaui batas dalam membawa wanita kepada hal-hal yang tidak dibutuhkannya dari berbagai macam studi. Kita katakana, "Ajarilah wanita apa yang dibutuhkannya dengan melihat kepada tugas dan peran yang telah dititahkan oleh Allah kepadanya, yakin mengurus rumah dan mendidik anak."

Kedua: Membedakan Antara Wanita dan Laki-laki
Islam melihat bahwa ikhtilat (campur aduk) antara wanita dan laki-laki itu berbahaya, Islam memisahkan antara keduannya kecuali dengan cara menikah. Oleh karena itulah maka masyarakat Islam adalah masyarakat tunggal bukan bersifat ganda.
Para propagandis ikhtilat mengatakan bahwa hak itu akan menyebabkan kemandulan dalam menikmati lezatnya berkumpul dan manisnya bercengkraman yang akan didapatkan oleh salah satu dari keduanya manakala berkumpul dengan yang lain. Ikhtilat juga akan mewujudkan rasa yang membuahkan aneka tata karma sosial seperti lemah lembut, baik dalam bergaul, halus dalam bertutur, santun dalam sikap, dan lain-lain. Mereka juga mengatakan, pemisahan antara dua jenis ini akan menjadikan salah seorang merasa rindu dengan yang lain. Namun dengan berhubungan antara keduannya (laki-perempuan) akan memperkecil kesempatan berpikir tentang hal itu, akan menjadikannya sebagai hal yang lumrah dalam jiwa. Karena yang paling dicintai manusia adalah apa yang dilarang baginya dan apa yang ada dalam genggaman tangan sudah tidak lagi jadi pikiran jiwa.
Demikianlah yang mereka katakan dan banyak yang terfitnah dengan kata-kata mereka itu. Apalagi hal itu merupakan pikiran yang sesuai dengan gejolak hawa nafsu dan sejalan dengan syahwat. Kita katakan kepada mereka, "Kendati kami belum sepenuhnya puas dengan apa yang kalian katakan pada statemen yang pertama, kami akan katakan kepada kalian akan apa yang diakibatkan oleh kelezatan bertemu dan kenikmatan bercengkramannya laki-perempuan. Akibat itu adalah hilangnya kehormatan, rusaknya jiwa dan perilaku, kehancuran rumah, kesengsaraan keluarga, rawannya kriminalitas, degradasi moral, tidak mempunyai kejantanan yang tidak hanya sekedar sampai kepada kebancian dan kelembekan. sungguh hal ini bisa dibuktikan dan tidak akan membantah kecuali oleh orang yang sombong."
Dampak negatif ikhtilat ini seribu kali lipat lebih banyak daripada manfaatnya. Jika bertentangan antara maslahat dan kerusakan, maka tentunya menghalau kerusakan itu lebih didahulukan. Apalagi maslahat yang didapat itu tidak sebanding dengan banyaknya kerusakan.
Sedangkan statemen yang kedua, maka itu tidak benar. Justru ikhtilat itu akan menambah kecenderungan. Dulu ada yang mengatakan, "Adanya makanan itu akan menambah syahwatnya orang yang rakus (untuk makan)." Seorang suami hidup bersama istrinya bertahun-tahun, sudah pasti kecenderungan (untuk menggaulinya) akan bertambah dalam jiwanya. Maka bagaimana mungkin hubungan (selalu dekat) dengan sang istri tidak menjadi sebab kecenderungan kepadanya?
Sementara itu seorang wanita yang ikhtilat akan terdorong untuk memamerkan lekuk-lekuk perhiasannya. Ia tidak rela kecuali laki-laki itu kagum kepadanya, ini merupakan dampak ekonomis yang negatif yang ditimbulkan oleh ikhtilat. Yakin boros dalam perhiasan, tabarruj yang mengarah pada habnisnya pada habisnya uang, bangkrut, dan kekafiran.
Oleh karena itulah kamu berseru bahwa masyarakat Islam itu adalah masyarakat tunggal bukan masyarakat ganda. Para lelaki punya masyarakat sendiri sebagaimana wanita punya masyarakat sendiri. Islam membolehkan bagi wanita untuk mengikuti shalat 'ied, shalat jamaah, dan keluar untuk berperang dalam situasi yang sangat darurat. Namun Islam hanya sampai batas ketentuan ini (tidak merambah pada yang lain) dengan menentukan berbagai macam persyaratan seperti: menjauhi tabaruj (berhias berlebihan), menutup aurat, melebarkan pakaian (longgar), tidak tipis, dan tidak pula membentuk warna tubuh, serta tidak berkhalwat (duduk bersepi-sepi) dengan lelaki yang bukan mahramnya dalam situasi dan keadaan yang bagaimanapun.
Sesungguhnya diantara dosa besar dalam Islam adalah jika ada seorang laki-laki berkhalwat dengan wanita yang bukan mahramnya. Islam juga telah memberikan garis ketetapan yang keras dan pasti terhadap segala jalan menuju ikhtilat bagi kedua jenis anak manusia ini. Maka menutup aurat adalah bagian dari tatakramanya.
Pengharaman khalwat dengan lawan jenis yang bukan mahramnya adalah salah satu hukum dari sekian hukum-hukumnya.
Menundukkan pandangan adalah bagian dari kewajiban-kewajibannya.
Menetap dirumah bagi seorang wanita sampai ketika shlat adalah merupakan syiar dari sekian banyak syiar-syiarnya.
Menjauhi rangsangan baik suara, maupun gerak dengan segala macam fenomena berhias, -khususnya ketika keluar rumah-adalah salah satu dari sekian banyak garis ketetapannya.
Semua itu disyariatkan agar kaum lelaki selamat dari fitnah wanita, karena fitnah ini adalah fitnah yang paling mudah hinggap dalam dirinya. Juga agar kaum wanita selamat dari fitnah laki-laki, karena fitnah itu adalah fitnah yang paling mudah mendekati hatinya. Ayat-ayat mulia dan hadits-hadits suci telah menuturkan hal itu:
"Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, 'Hendaklah merasa menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat."
"Katakanlah kepada wanita yang beriman, 'Hendaklah mereka menundukkan –pandangannya dan memelihara kemaluannya. Dan janganlah mereka menampakan perhiasannya kecuali yang (biasa) tampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah wahai orang-orang yang beriman, supaya kamu beruntung." (An-Nuur: 30-31)
"Hai Nabi katakan pada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, 'Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.' Yang dengan demikian itu supaya mereka mudah dikenal, karena itu mereka tidak diganggu." (Al-Ahzab: 59)
Dan ayat-ayat lainnya.
Dari Abdullah bin Masud ra. Berkata, Rasulullah saw. bersabda, (yakin meriwayatkan dari Rabbnya),
“Pandangan itu anak panah beracun dari anak-anak panah iblis. Barangsiapa yang menghindarnya karena takut kepada-Ku, aku akan menggantinya dengan iman yang akan ia dapatkan manisnya keimanan itu di dalam hatinya.” (HR. At-Thabrani dan Al-Hakim)
Dari Abu Umamah ra. Berkata, bahwa Rasulullah saw. Bersabda,
“Hendaklah kalian menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan kalian, atau (kalau tidak) Allah akan membutakan wajah-wajah kalian.” (HR. Thabrani)
Dari Abu Sa’id Al-Khudri ra. Berkata Rasulullah saw. Bersabda,
“Tidaklah pagi itu akan menjelang kecuali ada dua malaikat yang berseru, sungguh celaka kaum lelaki dan kaum wanita, sungguh celaka kaum wanita karena kaum lelaki.” (HR. Ibnu Majah dan Al-Hakim)
Dari Uqbah bin Amir ra. Behwasannya Rasulullah saw. Bersabda,
“Jauhilah kalian untuk memasuki rumah wanita,” berkatalah orang dari Anshar, “Tahukah kamu saudara ipar itu?”, ia mengatakan, “Saudara ipar itu mematikan.” (HR. Bukhari)

oleh dendy
Sumber Majmu'atur Risalah

Seni Memperhatikan


Kalau intinya cinta adalah memberi, maka pemberian pertama seorang pecinta sejati adalah perhatian. Kalau kamu mencintai seorang kamu harus member perhatian penuh kepada orang itu. Perhatian yang lahir dari lubuk hati paling dalam, dari keinginan yang tulus untuk memberikan apa saja yang diperlukan orang yang kamu cintai untuk menjadi lebih baik dan berbahagia karenanya.
Perhatian adalah pemberian jiwa : semacam penampakan emosi yang kuat dari keinginan baik kepada orang yang kita cintai. Tidak semua orang memiliki kesiapan mental untuk memperhatikan. Tidak juga semua orang yang memiliki kesiapan mental memiliki kemampuan untuk terus memperhatikan.
Memperhatikan adalah kondisi dimana kamu keluar dari dalam dirimu menuju orang lain yang ada diluar dirimu. Hati dan pikiranmu sepenuhnya tertuju kepada orang yang kamu cintai. Itu tidak sesederhana yang kita bayangkan. Mereka bisa keluar dari dalam dirinya adalah orang-orang yang sudah terbebas secara psikologis. Yaitu bebas dari kebutuhan untuk diperhatikan. Mereka independen secara emosional : kenyamanan psikologis itu tidak bersumber dari perhatian orang lain terhadap dirinya. Dan itulah muskilnya. Sebab sebagian besar orang lebih banyak terkungkung dalam dirinya sendiri. Mereka tidak bebas secara mental. Mereka lebih suka diperhatikan daripada memperhatikan. Itu sebabnya mereka selalu gagal dalam bercinta.
Itulah kekuatan pencinta sejati : bahwa mereka adalah pemerhati yang serius. Mereka memperhatikan orang-orang yang mereka cintai secara intens dan menyeluruh. Mereka berusaha secara terus menerus untuk memahami latar belakang kehidupan sang kekasih, menyelidiki seluk beluk persoalan hatinya, mencoba menemukan karakter jiwanya, mendefinisikan harapan-harapan dan mimpi-mimpinya, dan mengetahui kebutuhan-kebutuhannya untuk sampai kepada harapan-harapannya itu.
Para pemerhati yang serius biasanya lebih suka mendengar daripada didengarkan. Mereka memilih kesabaran yang cukup untuk mendengar dalam waktu yang lama. Kesabaran itulah yang membuat orang betah dan nyaman menumpahkan isi hatinya kepada mereka. Tapi kesabaran itu pula yang memberi mereka peluang untuk menyerap lebih banyak informasi tentang sang kekasih yang mereka cintai.
Tapi disini juga tersimpan sesuatu yang teramat agung dari rahasia cinta. Rahasia tentang pesona jiwa para pencinta . Kalau kamu terbiasa memperhatikan kekasih hatimu, secara perlahan-lahan dan tanpa ia sadari ia akan tergantung dengan perhatianmu. Secara psikologis ia akan sangat menikmati saat-saat diperhatikan itu. Bila suatu saat perhatian itu hilang, ia akan merasakan kehilangan yang sangat. Perhatianmu itu niscaya akan menyiksa jiwanya dengan rindu saat kamu tidak ada berada disisinya. Mungkin ia tidak mengatakannya. Tapi ia pasti merasakannya. ( oleh Anis Matta )
Disalin dari majalah tarbawi/edisi 96 Th.6/Ramadhan 1425H/28 Okt 2004M

Kamis, 03 November 2011

Bekerja dengan ketetapan hati

John C. Maxwell dalam bukunya Succes 101 menginspirasikan kepada kita semua agar senantiasa bekerja dengan kegigihan. Beliau mengartikan bahwa gigih adalah "Bekerja dengan ketetapan hati", orang yang gigih tidak mengandalka keberuntungan atau takdir untuk meraih kesuksesan. Ketika kondisi menjadi sulit, mereka terus bekerja. Mereka tahu bahwa waktu ketika mereka mencoba bukanlah waktu untuk berhenti.
Itulah yang membuat perbedaan. Diantara ribuan orang menyerah, pasti ada seseorang seperti Thomas Edison, yang mengatakan,"Saya mulai bekerja ketika orang terakhir menyerah."

Rabu, 02 November 2011

Kisah inspirasi untuk para istri dan suami

Semoga peristiwa di bawah ini membuat kita belajar bersyukur untuk apa yang
kita miliki :

Aku membencinya, itulah yang selalu kubisikkan dalam hatiku hampir
sepanjang kebersamaan kami. Meskipun menikahinya, aku tak pernah
benar-benar menyerahkan hatiku padanya. Menikah karena paksaan orangtua,
membuatku membenci suamiku sendiri.

Walaupun menikah terpaksa, aku tak pernah menunjukkan sikap benciku.
Meskipun membencinya, setiap hari aku melayaninya sebagaimana tugas istri.
Aku terpaksa melakukan semuanya karena aku tak punya pegangan lain.
Beberapa kali muncul keinginan meninggalkannya tapi aku tak punya kemampuan
finansial dan dukungan siapapun. Kedua orangtuaku sangat menyayangi suamiku
karena menurut mereka, suamiku adalah sosok suami sempurna untuk putri
satu-satunya mereka.

Ketika menikah, aku menjadi istri yang teramat manja. Kulakukan segala hal
sesuka hatiku. Suamiku juga memanjakanku sedemikian rupa. Aku tak pernah
benar-benar menjalani tugasku sebagai seorang istri. Aku selalu bergantung
padanya karena aku menganggap hal itu sudah seharusnya setelah apa yang ia
lakukan padaku. Aku telah menyerahkan hidupku padanya sehingga tugasnyalah
membuatku bahagia dengan menuruti semua keinginanku.

Di rumah kami, akulah ratunya. Tak ada seorangpun yang berani melawan. Jika
ada sedikit saja masalah, aku selalu menyalahkan suamiku. Aku tak suka
handuknya yang basah yang diletakkan di tempat tidur, aku sebal melihat ia
meletakkan sendok sisa mengaduk susu di atas meja dan meninggalkan bekas
lengket, aku benci ketika ia memakai komputerku meskipun hanya untuk
menyelesaikan pekerjaannya. Aku marah kalau ia menggantung bajunya di
kapstock bajuku, aku juga marah kalau ia memakai pasta gigi tanpa
memencetnya dengan rapi, aku marah kalau ia menghubungiku hingga
berkali-kali ketika aku sedang bersenang-senang dengan teman-temanku.

Tadinya aku memilih untuk tidak punya anak. Meskipun tidak bekerja, tapi
aku tak mau mengurus anak. Awalnya dia mendukung dan akupun ber-KB dengan
pil. Tapi rupanya ia menyembunyikan keinginannya begitu dalam sampai suatu
hari aku lupa minum pil KB dan meskipun ia tahu ia membiarkannya. Akupun
hamil dan baru menyadarinya setelah lebih dari empat bulan, dokterpun
menolak menggugurkannya.

Itulah kemarahanku terbesar padanya. Kemarahan semakin bertambah ketika aku
mengandung sepasang anak kembar dan harus mengalami kelahiran yang sulit.
Aku memaksanya melakukan tindakan vasektomi agar aku tidak hamil lagi.
Dengan patuh ia melakukan semua keinginanku karena aku mengancam akan
meninggalkannya bersama kedua anak kami.

Waktu berlalu hingga anak-anak tak terasa berulang tahun yang ke-delapan.
Seperti pagi-pagi sebelumnya, aku bangun paling akhir. Suami dan anak-anak
sudah menungguku di meja makan. Seperti biasa, dialah yang menyediakan
sarapan pagi dan mengantar anak-anak ke sekolah. Hari itu, ia mengingatkan
kalau hari itu ada peringatan ulang tahun ibuku. Aku hanya menjawab dengan
anggukan tanpa mempedulikan kata-katanya yang mengingatkan peristiwa tahun
sebelumnya, saat itu aku memilih ke mal dan tidak hadir di acara ibu. Yaah,
karena merasa terjebak dengan perkawinanku, aku juga membenci kedua
orangtuaku.

Sebelum ke kantor, biasanya suamiku mencium pipiku saja dan diikuti
anak-anak. Tetapi hari itu, ia juga memelukku sehingga anak-anak menggoda
ayahnya dengan ribut. Aku berusaha mengelak dan melepaskan pelukannya.
Meskipun akhirnya ikut tersenyum bersama anak-anak. Ia kembali mencium
hingga beberapa kali di depan pintu, seakan-akan berat untuk pergi.

Ketika mereka pergi, akupun memutuskan untuk ke salon. Menghabiskan waktu
ke salon adalah hobiku. Aku tiba di salon langgananku beberapa jam
kemudian. Di salon aku bertemu salah satu temanku sekaligus orang yang
tidak kusukai. Kami mengobrol dengan asyik termasuk saling memamerkan
kegiatan kami. Tiba waktunya aku harus membayar tagihan salon, namun betapa
terkejutnya aku ketika menyadari bahwa dompetku tertinggal di rumah.
Meskipun merogoh tasku hingga bagian terdalam aku tak menemukannya di dalam
tas. Sambil berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi hingga dompetku tak
bisa kutemukan aku menelepon suamiku dan bertanya.

“Maaf sayang, kemarin Farhan meminta uang jajan dan aku tak punya uang
kecil maka kuambil dari dompetmu. Aku lupa menaruhnya kembali ke tasmu,
kalau tidak salah aku letakkan di atas meja kerjaku.” Katanya menjelaskan
dengan lembut.

Dengan marah, aku mengomelinya dengan kasar. Kututup telepon tanpa
menunggunya selesai bicara. Tak lama kemudian, handphoneku kembali berbunyi
dan meski masih kesal, akupun mengangkatnya dengan setengah membentak.
“Apalagi??”

“Sayang, aku pulang sekarang, aku akan ambil dompet dan mengantarnya
padamu. Sayang sekarang ada dimana?” tanya suamiku cepat , kuatir aku
menutup telepon kembali. Aku menyebut nama salonku dan tanpa menunggu
jawabannya lagi, aku kembali menutup telepon. Aku berbicara dengan kasir
dan mengatakan bahwa suamiku akan datang membayarkan tagihanku. Si empunya
Salon yang sahabatku sebenarnya sudah membolehkanku pergi dan mengatakan
aku bisa membayarnya nanti kalau aku kembali lagi. Tapi rasa malu karena
“musuh”ku juga ikut mendengarku ketinggalan dompet membuatku gengsi untuk
berhutang dulu.

Hujan turun ketika aku melihat keluar dan berharap mobil suamiku segera
sampai. Menit berlalu menjadi jam, aku semakin tidak sabar sehingga mulai
menghubungi handphone suamiku. Tak ada jawaban meskipun sudah berkali-kali
kutelepon. Padahal biasanya hanya dua kali berdering teleponku sudah
diangkatnya. Aku mulai merasa tidak enak dan marah.

Teleponku diangkat setelah beberapa kali mencoba. Ketika suara bentakanku
belum lagi keluar, terdengar suara asing menjawab telepon suamiku. Aku
terdiam beberapa saat sebelum suara lelaki asing itu memperkenalkan diri,
“selamat siang, ibu. Apakah ibu istri dari bapak armandi?” kujawab
pertanyaan itu segera. Lelaki asing itu ternyata seorang polisi, ia
memberitahu bahwa suamiku mengalami kecelakaan dan saat ini ia sedang
dibawa ke rumah sakit kepolisian. Saat itu aku hanya terdiam dan hanya
menjawab terima kasih. Ketika telepon ditutup, aku berjongkok dengan
bingung. Tanganku menggenggam erat handphone yang kupegang dan beberapa
pegawai salon mendekatiku dengan sigap bertanya ada apa hingga wajahku
menjadi pucat seputih kertas.

Entah bagaimana akhirnya aku sampai di rumah sakit. Entah bagaimana juga
tahu-tahu seluruh keluarga hadir di sana menyusulku. Aku yang hanya diam
seribu bahasa menunggu suamiku di depan ruang gawat darurat. Aku tak tahu
harus melakukan apa karena selama ini dialah yang melakukan segalanya
untukku. Ketika akhirnya setelah menunggu beberapa jam, tepat ketika
kumandang adzan maghrib terdengar seorang dokter keluar dan menyampaikan
berita itu. Suamiku telah tiada. Ia pergi bukan karena kecelakaan itu
sendiri, serangan stroke-lah yang menyebabkan kematiannya. Selesai
mendengar kenyataan itu, aku malah sibuk menguatkan kedua orangtuaku dan
orangtuanya yang shock. Sama sekali tak ada airmata setetespun keluar di
kedua mataku. Aku sibuk menenangkan ayah ibu dan mertuaku. Anak-anak yang
terpukul memelukku dengan erat tetapi kesedihan mereka sama sekali tak
mampu membuatku menangis.

Ketika jenazah dibawa ke rumah dan aku duduk di hadapannya, aku termangu
menatap wajah itu. Kusadari baru kali inilah aku benar-benar menatap
wajahnya yang tampak tertidur pulas. Kudekati wajahnya dan kupandangi
dengan seksama. Saat itulah dadaku menjadi sesak teringat apa yang telah ia
berikan padaku selama sepuluh tahun kebersamaan kami. Kusentuh perlahan
wajahnya yang telah dingin dan kusadari inilah kali pertama kali aku
menyentuh wajahnya yang dulu selalu dihiasi senyum hangat. Airmata merebak
dimataku, mengaburkan pandanganku. Aku terkesiap berusaha mengusap agar
airmata tak menghalangi tatapan terakhirku padanya, aku ingin mengingat
semua bagian wajahnya agar kenangan manis tentang suamiku tak berakhir
begitu saja. Tapi bukannya berhenti, airmataku semakin deras membanjiri
kedua pipiku. Peringatan dari imam mesjid yang mengatur prosesi pemakaman
tidak mampu membuatku berhenti menangis. Aku berusaha menahannya, tapi
dadaku sesak mengingat apa yang telah kuperbuat padanya terakhir kali kami
berbicara.

Aku teringat betapa aku tak pernah memperhatikan kesehatannya. Aku hampir
tak pernah mengatur makannya. Padahal ia selalu mengatur apa yang kumakan.
Ia memperhatikan vitamin dan obat yang harus kukonsumsi terutama ketika
mengandung dan setelah melahirkan. Ia tak pernah absen mengingatkanku makan
teratur, bahkan terkadang menyuapiku kalau aku sedang malas makan. Aku tak
pernah tahu apa yang ia makan karena aku tak pernah bertanya. Bahkan aku
tak tahu apa yang ia sukai dan tidak disukai. Hampir seluruh keluarga tahu
bahwa suamiku adalah penggemar mie instant dan kopi kental. Dadaku sesak
mendengarnya, karena aku tahu ia mungkin terpaksa makan mie instant karena
aku hampir tak pernah memasak untuknya. Aku hanya memasak untuk anak-anak
dan diriku sendiri. Aku tak perduli dia sudah makan atau belum ketika
pulang kerja. Ia bisa makan masakanku hanya kalau bersisa. Iapun pulang
larut malam setiap hari karena dari kantor cukup jauh dari rumah. Aku tak
pernah mau menanggapi permintaannya untuk pindah lebih dekat ke kantornya
karena tak mau jauh-jauh dari tempat tinggal teman-temanku.

Saat pemakaman, aku tak mampu menahan diri lagi. Aku pingsan ketika
melihat tubuhnya hilang bersamaan onggokan tanah yang menimbun. Aku tak
tahu apapun sampai terbangun di tempat tidur besarku. Aku terbangun dengan
rasa sesal memenuhi rongga dadaku. Keluarga besarku membujukku dengan
sia-sia karena mereka tak pernah tahu mengapa aku begitu terluka kehilangan
dirinya.

Hari-hari yang kujalani setelah kepergiannya bukanlah kebebasan seperti
yang selama ini kuinginkan tetapi aku malah terjebak di dalam keinginan
untuk bersamanya. Di hari-hari awal kepergiannya, aku duduk termangu
memandangi piring kosong. Ayah, Ibu dan ibu mertuaku membujukku makan.
Tetapi yang kuingat hanyalah saat suamiku membujukku makan kalau aku sedang
mengambek dulu. Ketika aku lupa membawa handuk saat mandi, aku berteriak
memanggilnya seperti biasa dan ketika malah ibuku yang datang, aku
berjongkok menangis di dalam kamar mandi berharap ia yang datang.
Kebiasaanku yang meneleponnya setiap kali aku tidak bisa melakukan sesuatu
di rumah, membuat teman kerjanya kebingungan menjawab teleponku. Setiap
malam aku menunggunya di kamar tidur dan berharap esok pagi aku terbangun
dengan sosoknya di sebelahku.

Dulu aku begitu kesal kalau tidur mendengar suara dengkurannya, tapi
sekarang aku bahkan sering terbangun karena rindu mendengarnya kembali.
Dulu aku kesal karena ia sering berantakan di kamar tidur kami, tetapi kini
aku merasa kamar tidur kami terasa kosong dan hampa. Dulu aku begitu kesal
jika ia melakukan pekerjaan dan meninggalkannya di laptopku tanpa me-log
out, sekarang aku memandangi komputer, mengusap tuts-tutsnya berharap bekas
jari-jarinya masih tertinggal di sana. Dulu aku paling tidak suka ia
membuat kopi tanpa alas piring di meja, sekarang bekasnya yang tersisa di
sarapan pagi terakhirnyapun tidak mau kuhapus. Remote televisi yang biasa
disembunyikannya, sekarang dengan mudah kutemukan meski aku berharap bisa
mengganti kehilangannya dengan kehilangan remote. Semua kebodohan itu
kulakukan karena aku baru menyadari bahwa dia mencintaiku dan aku sudah
terkena panah cintanya.

Aku juga marah pada diriku sendiri, aku marah karena semua kelihatan normal
meskipun ia sudah tidak ada. Aku marah karena baju-bajunya masih di sana
meninggalkan baunya yang membuatku rindu. Aku marah karena tak bisa
menghentikan semua penyesalanku. Aku marah karena tak ada lagi yang
membujukku agar tenang, tak ada lagi yang mengingatkanku sholat meskipun
kini kulakukan dengan ikhlas. Aku sholat karena aku ingin meminta maaf,
meminta maaf pada Allah karena menyia-nyiakan suami yang dianugerahi
padaku, meminta ampun karena telah menjadi istri yang tidak baik pada suami
yang begitu sempurna. Sholatlah yang mampu menghapus dukaku sedikit demi
sedikit. Cinta Allah padaku ditunjukkannya dengan begitu banyak perhatian
dari keluarga untukku dan anak-anak. Teman-temanku yang selama ini
kubela-belain, hampir tak pernah menunjukkan batang hidung mereka setelah
kepergian suamiku.

Empat puluh hari setelah kematiannya, keluarga mengingatkanku untuk bangkit
dari keterpurukan. Ada dua anak yang menungguku dan harus kuhidupi. Kembali
rasa bingung merasukiku. Selama ini aku tahu beres dan tak pernah bekerja.
Semua dilakukan suamiku. Berapa besar pendapatannya selama ini aku tak
pernah peduli, yang kupedulikan hanya jumlah rupiah yang ia transfer ke
rekeningku untuk kupakai untuk keperluan pribadi dan setiap bulan uang itu
hampir tak pernah bersisa. Dari kantor tempatnya bekerja, aku memperoleh
gaji terakhir beserta kompensasi bonusnya. Ketika melihatnya aku terdiam
tak menyangka, ternyata seluruh gajinya ditransfer ke rekeningku selama
ini. Padahal aku tak pernah sedikitpun menggunakan untuk keperluan rumah
tangga. Entah darimana ia memperoleh uang lain untuk memenuhi kebutuhan
rumah tangga karena aku tak pernah bertanya sekalipun soal itu.Yang aku
tahu sekarang aku harus bekerja atau anak-anakku takkan bisa hidup karena
jumlah gaji terakhir dan kompensasi bonusnya takkan cukup untuk menghidupi
kami bertiga. Tapi bekerja di mana? Aku hampir tak pernah punya pengalaman
sama sekali. Semuanya selalu diatur oleh dia.

Kebingunganku terjawab beberapa waktu kemudian. Ayahku datang bersama
seorang notaris. Ia membawa banyak sekali dokumen. Lalu notaris memberikan
sebuah surat. Surat pernyataan suami bahwa ia mewariskan seluruh
kekayaannya padaku dan anak-anak, ia menyertai ibunya dalam surat tersebut
tapi yang membuatku tak mampu berkata apapun adalah isi suratnya untukku.

*Istriku Liliana tersayang,*

*Maaf karena harus meninggalkanmu terlebih dahulu, sayang. maaf karena
harus membuatmu bertanggung jawab mengurus segalanya sendiri. Maaf karena
aku tak bisa memberimu cinta dan kasih sayang lagi. Allah memberiku waktu
yang terlalu singkat karena mencintaimu dan anak-anak adalah hal terbaik
yang pernah kulakukan untukmu.*

*Seandainya aku bisa, aku ingin mendampingi sayang selamanya. Tetapi aku
tak mau kalian kehilangan kasih sayangku begitu saja. Selama ini aku telah
menabung sedikit demi sedikit untuk kehidupan kalian nanti. Aku tak ingin
sayang susah setelah aku pergi. Tak banyak yang bisa kuberikan tetapi aku
berharap sayang bisa memanfaatkannya untuk membesarkan dan mendidik
anak-anak. Lakukan yang terbaik untuk mereka, ya sayang. *

*Jangan menangis, sayangku yang manja. Lakukan banyak hal untuk membuat
hidupmu yang terbuang percuma selama ini. Aku memberi kebebasan padamu
untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang tak sempat kau lakukan selama ini.
Maafkan kalau aku menyusahkanmu dan semoga Tuhan memberimu jodoh yang lebih
baik dariku.*

*Teruntuk Farah, putri tercintaku. Maafkan karena ayah tak bisa
mendampingimu. Jadilah istri yang baik seperti Ibu dan Farhan, ksatria
pelindungku. Jagalah Ibu dan Farah. Jangan jadi anak yang bandel lagi dan
selalu ingat dimanapun kalian berada, ayah akan disana melihatnya. Oke,
Buddy!*

Aku terisak membaca surat itu, ada gambar kartun dengan kacamata yang
diberi lidah menjulur khas suamiku kalau ia mengirimkan note.
Notaris memberitahu bahwa selama ini suamiku memiliki beberapa asuransi dan
tabungan deposito dari hasil warisan ayah kandungnya. Suamiku membuat
beberapa usaha dari hasil deposito tabungan tersebut dan usaha tersebut
cukup berhasil meskipun dimanajerin oleh orang-orang kepercayaannya. Aku
hanya bisa menangis terharu mengetahui betapa besar cintanya pada kami,
sehingga ketika ajal menjemputnya ia tetap membanjiri kami dengan cinta.

Aku tak pernah berpikir untuk menikah lagi. Banyaknya lelaki yang hadir tak
mampu menghapus sosoknya yang masih begitu hidup di dalam hatiku. Hari demi
hari hanya kuabdikan untuk anak-anakku. Ketika orangtuaku dan mertuaku
pergi satu persatu meninggalkanku selaman-lamanya, tak satupun meninggalkan
kesedihan sedalam kesedihanku saat suamiku pergi.

Kini kedua putra putriku berusia duapuluh tiga tahun. Dua hari lagi putriku
menikahi seorang pemuda dari tanah seberang. Putri kami bertanya, “Ibu, aku
harus bagaimana nanti setelah menjadi istri, soalnya Farah kan ga bisa
masak, ga bisa nyuci, gimana ya bu?”

Aku merangkulnya sambil berkata “Cinta sayang, cintailah suamimu, cintailah
pilihan hatimu, cintailah apa yang ia miliki dan kau akan mendapatkan
segalanya. Karena cinta, kau akan belajar menyenangkan hatinya, akan
belajar menerima kekurangannya, akan belajar bahwa sebesar apapun
persoalan, kalian akan menyelesaikannya atas nama cinta.”

Putriku menatapku, “seperti cinta ibu untuk ayah? Cinta itukah yang membuat
ibu tetap setia pada ayah sampai sekarang?”

Aku menggeleng, “bukan, sayangku. Cintailah suamimu seperti ayah mencintai
ibu dulu, seperti ayah mencintai kalian berdua. Ibu setia pada ayah karena
cinta ayah yang begitu besar pada ibu dan kalian berdua.”

Aku mungkin tak beruntung karena tak sempat menunjukkan cintaku pada
suamiku. Aku menghabiskan sepuluh tahun untuk membencinya, tetapi
menghabiskan hampir sepanjang sisa hidupku untuk mencintainya. Aku bebas
darinya karena kematian, tapi aku tak pernah bisa bebas dari cintanya yang
begitu tulus.
http://bundaiin.blogdetik.com/2011/10/07/kisah-inspirasi-untuk-para-istri-dan-suami/