Senin, 21 November 2011

Amal jama’i, sebuah keteguhan dan keyakinan

oleh: dendy


Dakwah adalah kewajiban

Dr. Abdul Karim Zaidan dalam dalam kitabnya “Ushulud Dakwah” menjelaskan tiga alasan wajibnya dakwah.
Pertama, karena Allah telah mengutus Rasul-Nya untuk seluruh umat manusia. Allah Ta’ala berfirman: Katakanlah, “Hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua”. (Al-A’raf : 158)
Yang kedua, tersebarnya kemusrikan dan kekafiran di muka bumi akan membahayakan kaum Muslimin, baik cepat atau lambat.
Ketiga, berdakwah berarti menghindarkan kaum Muslimin dari kebinasaan dan
azab Allah.
Zinab binti Jasy bertanya kepada Rasulullah saw., “Ya Rasulullah, apakah kami akan
binasa juga sedang ada di antara kami prang-orang yang masih melalukan
kebaikan?” Rasulullah saw. Menjawab, “Ya, apabila kejahatan telah merata”.( HR.
Muslim, dikutip oleh Qurthubi dalam tafsirnya)

Berpadu dengan amal jama’i
Para ulama sepakat bahwa dakwah tidak bisa tegak efektif apabila masih dilakukan sendiri-sendiri. Maka adalah suatu kewajiban bagi setiap individu untuk melakukan amal jama’i. Ditambah fitrah manusia sebagai makhluk sosial, semakin konsep amal jama’i tidak bisa dihindari. Selain itu, amal jama’i merupakan kenikmatan dan landasan kekuatan dakwah.


Allah SWT berfirman dalam surat al-Imron (3:103), “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai…”


Dalam surat ash-Shaaf (61:4), Allah pun berfirman, “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.”

Keterkaitan inilah yang membuat ruang gerak dakwah semakin bersinergi. Dalam praktek amal jama’i inilah ada orang yang mendapatkan nilai tinggi karena ia betul-betul sesuai dengan tuntutan dan adab amal jama’i. Kejujuran, kesuburan, kejernihan dan kehangatan ukhuwahnya betul-betul terasa.

Namun perlu diingat, walaupun telah bekerja dalam jaringan amal jama’i, namun pertanggungjawaban amal kita akan dilakukan di hadapan Allah SWT secara sendiri-sendiri.
Karenanya jangan ada kader yang mengandalkan kumpulan-kumpulan besar tanpa berusaha meningkatkan kualitas dirinya. Ingat suatu pesan Rasulullah SAW: Man abtha-a bihi amaluhu lam yusri’ bihi nasabuhu (Siapa yang lamban beramal tidak akan dipercepat oleh nasabnya).

Adalah Basyar ibn Burd (95 – 167 H = 714 – 784 M), seorang penyair di era Abbasiyah, dia telah memberi pelajaran beramal jama’i dengan sangat menarik.
Dia berkata:

Kalaulah setiap dosa yang dilakukan temanmu engkau cela.
Niscaya engkau tidak akan mendapati seorang pun yang tidak akan engkau cela
Tetaplah bersambung dengan saudaramu
Tapi ingat
Saudaramu itu adalah seorang manusia yang sesekali melakukan dosa
Dan pada kali yang lain meninggalkannya
Kalau engkau tidak pernah mau meminum air yang tanpa tercampur kotoran
Niscaya engkau akan kehausan
Siapa sih manusia yang minumnya benar-benar bersih dan jernih
?

Uraian syair diatas syarat makna untuk para aktifis dakwah dalam beramal jama’i, kita mestilah mempunyai sedikit sikap taghaful (pura-pura tidak tahu) terhadap kekeliruan atau kesalahan saudara kita. Sebab, hanya ada satu dari dua opsi: pertama adalah hidup sendirian, agar kita tidak melihat kesalahan dan kekeliruan orang lain atau kedua hidup bersama, namun penuh kesadaran bahwa saudara kita itu seorang manusia, yang berpotensi salah.

Permisalannya, seperti air minum. Di zaman Basyar ibn Burd dahulu, mana ada sih air minum yang selalu dan benar-benar bersih tanpa tercampur kotoran?!
Opsinya adalah satu dari dua pilihan;
•Menunggu air itu benar-benar bersih, yang berkonsekuensi kepada kehausan, bahkan bisa kematian, atau
•Meminum air yang tidak benar-benar bersih itu

SubhananALLAH, begitu indahnya dakwah itu dibangun dan dibesarkan dengan sebuah amal, amal jama’i.
Kekuatan amal jama’I inilah yang akan InsyaAllah akan mensukseskan agenda-agenda besar dakwah dimasa yang akan datang.
Allahu Akbar..........!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar