Rabu, 30 Juni 2010

Kesaksian Mavi Marmara : Ust.Ferry Nur *KISPA



Selasa, 29 Juni 2010 Masjid An Nahl tampak dipenuhi oleh jamaah. Sore itu memang akan diadakan Kajian Bulanan. Kajian Bulanan pada bulan ini menjadi sangat spesial karena mengangkat tema aksi kemanusiaan untuk Palestina dan mengundang salah seorang saksi yang turut serta dalam kafilah Freedom Flotilla, Ust. Ferry Nur yang juga Ketua KISPA (Komite Indonesia untuk Solidaritas Palestina). Dengan mengambil judul Kesaksian Mavi Marmara, para jamaah terlihat menghadiri acara dengan antusiasme yang sangat tinggi untuk mendengar kesaksian secara langsung dari salah seorang relawan yang ikut serta dalam kafilah kemanusiaan Freedom Flotilla.

Acara kajian bulanan ini didahului dengan pemutaran video yang berhasil lolos dari penyitaan berbagai media oleh Israel. Video ini memberikan visualisasi yang sangat jelas tentang bagaimana kondisi kapal Mavi Marmara, kapal yang berisikan 600 orang relawan dari 50 negara dari berbagai agama yang dilengkapi dengan akses internet dan satelit sebagai media pers. Dari video tersebut tampak bahwa para relawan memang tidak dilengkapi dengan senjata tajam maupun senjata api, seperti yang difitnahkan oleh Israel. Pemutaran video yang dipandu oleh Prasetyo ini juga memperlihatkan bahwa serangan pertama dilakukan oleh tentara Israel dan tidak seperti yang dituduhkan oleh Israel bahwa mereka hanya membela diri dari serangan para relawan kemanusiaan.

Acara kemudian dilanjutkan ba’da maghrib dengan kesaksian dari Ust. Ferry Nur. Beliau mengutarakan beberapa keajaiban yang terjadi di kapal Mavi Marmara dan tahanan Israel. Keajaiban yang pertama adalah perjalanan kafilah ini, tidak hanya sebatas perjalanan kemanusiaan, tetapi juga aktifitas dakwah, karena beberapa orang non muslim yang ikut serta, akhirnya dengan hidayah Allah mengucapkan syahadat dan masuk Islam. Keajaiban berikutnya adalah lolosnya video dari pemeriksaan Israel. Hal tersebut tidak bisa dipungkiri adalah karena pertolongan dari Allah SWT. Kemudian, dengan kondisi “perampokan” yang dilakukan oleh tentara Israel yang “merampok” barang-barang dan dana untuk rakyat Palestina, ternyata muncul keajaiban bahwa uang yang dibawa oleh Ust. Ferry Nur yang sudah disita oleh tentara Israel, ternyata dikembalikan dengan jumlah yang sama. Ust. Ferry Nur juga menjelaskan kondisi Mavi Marmara yang sepertinya Allah menghadirkan Gaza di Mavi Marmara. Penyampain yang sangat heroik dan penuh semangat ini memang membakar semangat dan solidaritas jamaah kepada rakyat Palestina.

Acara kemudian diakhiri dengan penyerahan dana sumbangan jamaah masjid An Nahl untuk rakyat Palestina melalui KISPA yang diserahkan oleh Pengurus DKM AN NAHL. DKM AN NAHL sendiri sudah memulai penggalangan dana sejak tiga pekan sebelum kajian bulanan diadakan. Disamping itu, DKM AN NAHL juga melakukan penjualan kaos yang semua keuntungannya disumbangkan untuk Palestina. Total dana dari jamaah masjid An Nahl yang terkumpual adalah Rp. 8. 200. 000 ditambah dengan 10 real.

Atas nama DKM AN NAHL kami mengucapkan syukron jazakumullohu khoiron katsiro kepada para jamaah yang sudah berkontribusi dalam acara ini. Semoga Allah SWT menggantinya yang lebih banyak dan berkah serta meridloi sekecil apapun kontribusi kita semua. Amien

Selasa, 29 Juni 2010

Pertolongan Allah itu sangat dekat

Pada suatu hari hujan cukup lebat melanda kota. Semua warga mengungsi menyelamatkan dirinya kecuali seorang ustadz dengan penuh keyakinan Allah akan menyelamatkan dirinya bila tetap tinggal di masjid, disetiap detiknya dia memohon kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala, sementara banjir sudah menggenangi teras masjid.

Sebuah perahu hendak menyelamatkan, mengevakuasi ustadz itu tetapi ditolaknya dan berkata, 'Terima kasih saya akan tetap bertahan dimasjid ini.'

Hujan semakin lebat, banjir semakin tinggi dan datanglah perahu kedua hendak menolong ustadz tetapi ditolak lagi, 'Terima kasih, saya percaya Allah akan tetap menolong saya.'

Hujan tak kunjung berhenti sehingga keadaan sudah sangat gawat tetapi datang perahu ketiga, ustadz tak juga mau dievakuasi, 'Allah pasti menolong saya, jadi saya akan tetap disini.' Akhirnya banjir itu menenggelamkan masjid dan ustadz tak lagi terselamatkan. Dihadapan Allah, sang ustadz protes kepada Allah. 'Ya Allah, saya adalah hambaMu yang beriman kepadaMu tetapi Engkau kenapa tidak menyelamatkan aku dari banjir?' Kenapa Engkau membiarkan saya menderita Ya Allah?' Allah kemudian menjawab, 'Bukankah AKU telah mengirimkan tiga perahu untuk menyelamatkan dirimu?'

Pesan kisah diatas bahwa hadirnya pertolongan Allah kepada diri kita seringkali kita tidak pahami. Kita sudah curhat, berkeluh kesah kepada Allah, kita merasa doa kita tidak dikabulkan, masalah kita malah semakin berat seolah Allah tidak sayang kepada kita lagi. Padahal pertolongan Allah senantiasa hadir dengan cara yang tidak terbatas. Bisa jadi hadirnya pertolongan Allah itu dalam bentuk nasehat, tulisan, bantuan, guncangan, senyuman, sentilan, makian, tangisan, pujian atau dalam bentuk yang lain. Ketika kita sekarang sedang dirundung masalah, Apakah kita sudah cukup peka terhadap hadirnya pertolongan Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang ada dihadapan kita? Ataukah justru kita mengabaikannya? Padahal pertolongan Allah itu sangat dekat, sebagaimana firman Allah.

'Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu sangat dekat.' (QS. al-Baqarah: 214)

Read more: http://agussyafii.blogspot.com/#ixzz0sCOHLIdC

Rabu, 23 Juni 2010

Menikah Bukan Unjuk Prestasi

Menikah Bukan Unjuk Prestasi merupakan postingan yang kedua tentang keluarga. Alhamdulillah tadi mendapatkan artikel ini dari seorang kawan di facebook. Saya sangat terkesan dengan tausiyah yang pernah diterbitkan di Majalah UMMI edisi Oktober 2002 ini. Menikah Bukan Unjuk Prestasi ditulis oleh Siti Wikaningtyas (Ketua PSDM FLP Bogor). Selamat Membaca.
***

Seorang muslimah dengan berkaca-kaca bercerita kepada saya bahwa ia ingin segera menikah. Masalah itu begitu berat membebani pikirannya bahkan mempengaruhi ibadahnya. Ia menjadi tidak tenang, shalat tidak khusyu’, juga sulit tidur. Kondisi fisiknya tentu jadi ikut terpengaruh.

Saya sedih mendengar curhatnya. Saya juga mencoba memahami perasaannya. Tapi wajarkah jika hal ini mengacaukan segalanya?

Ketika kuliah saya berharap bisa menikah maksimal usia 25 tahun. Namun Allah swt baru memberikan jodoh saat usia saya 27 tahun. Meski ‘hanya’ 2 tahun menanti, masa itu nyatanya tidaklah dapat dikatakan sebentar untuk menguji kesabaran jika tanpa ketegaran, rasa percaya diri, bebas dari prasangka dan perasaan tertekan. Satu hal yang membuat saya selalu merasa bersyukur saat itu adalah, Allah menolong saya tetap memiliki obsesi dan berkarya.

Seiring waktu, saya makin meyakini Allah bisa menjodohkan hamba-Nya kapan saja. Tapi, seringkali Dia mempunyai rencana lain yang mesti kita ambil hikmahnya sebanyak-banyaknya. Saya menyadari menikah bukan prestasi yang harus dibanggakan. Bahagia mungkin benar, karena ia adalah anugrah istimewa. Tapi merasa bangga dan lebih baik dibanding orang lain, jelas tidak tepat. Apalagi dianggap segala-galanya.

Saya gemas mendengar seorang ummahat berujar kepada muslimah yang usianya jauh lebih tua namun belum berkeluarga, ”Wah, kalau gitu saya dong yang harusnya dipanggil ‘Mbak’. Anak saya kan sudah tiga.” Saya saja tidak nyaman dengan ucapannya, apalagi yang bersangkutan? Saya tidak tahu, apakah ia sudah kehilangan kepekaan? Atau, memang begitu sifat manusia yang kerap di ‘uji’ dengan berbagai kemudahan dari Allah?

Seandainya tidak terlambat menemukan ungkapan indah dalam surat Al-Kahfi ayat 46: ”Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik di sisi Tuhanmu, serta lebih baik untuk menjadi harapan.” Tentu saat itu saya akan menyadarkannya untuk bersikap lebih dewasa.

Manusia boleh berharap banyak tapi tidak selalu bisa memilih. Seandainya bisa pasti ia akan memilih yang ‘enak-enak’ berdasarkan nafsunya. Inilah bagian dari mengimani takdir. Dalam masalah jodoh, perspektif iman harus senantiasa dikedepankan. Banyaknya muslimah yang belum menikah pada usia matang harus disikapi secara arif. Selain harus dicari solusinya, muslimah sebaiknya melakukan pembekalan diri. Semuanya tergantung kepadanya, apakah ia akan memandang sebagai ujian ataukah kelemahan? Jika ujian, maka mencari hikmah sebanyak-banyaknya akan lebih berkesan dan membahagiakan daripada mencemaskannya. Jika dianggap kelemahan, tidak akan ada yang didapat selain perasaan tertekan.

Sudah selayaknya pula seorang muslimah memandang makna pernikahan dari berbagai sisi. Saya mendengar sekarang ini banyak mahasiswi muslimah tingkat I yang minta dicarikan pasangan oleh ‘pembina’nya, karena saking seringnya ia mendengar keindahan pernikahan digelar lewat berbagai seminar di kampus.

Bukan melarang untuk memikirkan dunia pernikahan pada usia relatif muda, tetapi yang jadi masalah adalah ketika harapan itu tidak segera terwujud. Kondisi ini jika tidak diimbangi kematangan jiwa dapat melemahkan semangat beraktivitas dan beribadah.

Agaknya, lebih positif jika muslimah membekali diri dengan cara menggali potensi diri dan prestasi, agar ia memiliki kematangan berpikir dan bisa menghargai diri sendiri, daripada hanya membayangkan sesuatu yang ia sendiri tidak tahu kapan dapat terwujud.

Menikah adalah sunah Rasul dan ibadah, ia pun merupakan ladang jihad muslimah. Saya yakin prestasi dan kualitas seorang muslimah sebelum menikah berbanding lurus dengan kualitasnya sesudah menikah. Artinya, kualitas seseorang setelah berumah tangga baik secara ruhiyah, fikriyah maupun amaliah sangat dipengaruhi bagaimana sosoknya sebelum menikah. Fenomena futur setelah menikah sering terjadi, karena kurangnya pemahaman dan wawasan tentang pernikahan sejak masih lajang. Karena pernikahan dianggap presatsi tertinggi yang bisa diraih.

Jika Allah memang belum mengabulkan apa yang kita harapkan, hiburlah diri dengan prasangka tinggi bahwa semakin Allah menunda insya Allah semakin baik kualitas yang akan Allah berikan suatu saat nanti karena Allah tidak akan pernah menyia-nyiakan kesabaran hamba-Nya. Bagi yang sudah berkeluarga, selayaknya mensyukuri pernikahan dengan mengemban amanah sebaik-baiknya. Kalaupun belum mampu memberikan solusi, menjaga perasaan dan memiliki kepekaan kepada sesama adalah hal terbaik dalam ikatan ukhuwah kita. [Siti Wikaningtyas (Ketua PSDM FLP Bogor), dimuat di Majalah UMMI Oktober 2002]

Landasan Interaksi Suami Istri


Apa yang Anda inginkan terhadap keluarga Anda? Pasti tidak ada satupun suami atau istri di dunia ini yang menginginkan keluarganya kacau, selalu bermasalah, dan menjadi neraka dunia. Begitupun Anda. Anda pasti menginginkan keluarga yang harmonis, hubungan suami istri yang romantis. Anda pasti menginginkan keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah. Rumah tangga menjadi surga dunia, baiti jannati.

Untuk menggapainya, Islam mengajarkan kepada kita untuk membangun kehidupan keluarga dengan landasan interaksi suami istri sebagai berikut:

1. Keseimbangan (At-Tawazun)

Allah SWT memberlakukan hukum tawazun (kesimbangan) pada ciptaan-Nya. Kita akan mendapati keseimbangan yang luar biasa pada alam ini. Matahari yang jaraknya tepat menghasilkan keseimbangan suhu bumi. Adanya siang dan malam. Bintang-bintang yang menghiasi langit dengan indahnya. Oksigen yang tepat bagi pernafasan manusia. Dan sebagainya.

Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? (QS. Al-Mulk : 3)

Dengan keseimbangan ini kehidupan berjalan dengan baik. Sebaliknya, tatkala keseimbangan ini hilang, yang terjadi adalah kerusakan dan kebinasaan. Seperti ketika manusia merusak keseimbangan alam dan membuat tata lingkungan “baru”. Saat hutan digunduli dan air-air dicemari. Banjir adalah salah satu dampak dari ketidakseimbangan seperti ini.

Begitu pula dalam kehidupan rumah tangga. Islam mengajarkan keseimbangan ini sebagai salah satu prinsip yang harus diterapkan oleh suami istri.

Dan para perempuan memiliki hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf… (QS. Al-Baqarah : 228)

Menurut Ath-Thabari, sebagian ulama saat menjelaskan ayat ini mengatakan, “Dan mereka (para istri) mempunyai hak untuk ditemani dengan baik dan dipergauli secara makruf oleh suami mereka. Sebagaimana mereka berkewajiban mentaati suami dalam hal-hal yang telah diwajibkan Allah atas mereka.”

Sedangkan Muhammad Abduh dalam Tafsir Al-Manar, menafsirkan ayat ini dengan mengatakan, “Dan yang dimaksud dengan keseimbangan di sini bukanlah kesamaan wujud sesuatu dan karakternya; tetapi yang dimaksud adalah bahwa hak-hak antara mereka itu saling mengganti dan melengkapi. Tidak ada suatu pekerjaan yang dilakukan oleh istri untuk suaminya melainkan sang suami juga harus melakukan suatu perbuatan yang seimbang untuknya. Jika tidak seimbang dalam sifatnya, maka hendaklah seimbang dalam jenisnya.”

Sikap seimbang ini harus ada dalam kehidupan berumah tangga. Sebagaimana suami memiliki kewajiban terhadap istri, istri juga memiliki kewajiban terhadap suami. Jika suami ingin istrinya setia, demikian pula istri menginginkan suaminya setia. Jika suami ingin dicintai oleh istrinya, istri juga ingin dicintai sang suami. Jika suami senang istrinya berdandan rapi dan cantik, istri juga senang suami berdandan rapi untuknya. Jika suami senang dilayani istrinya, istri juga senang dilayani suaminya.

Jika masing-masing istri dan suami menerapkan prinsip keseimbangan (tawazun) ini tidak akan ada perasaan terbebani salah satunya melebihi yang lain. Beban dan masalah yang dihadapi keluarga menjadi lebih ringan, dan perasaan cinta semakin bertumbuh melihat pasangan terkasih telah melakukan yang terbaik baginya.

2. Keadilan (Al-Adalah)

Keadilan harus menjadi landasan dalam interaksi suami istri, karena hanya dengan sikap itulah harmoni hubungan bisa dijaga dan dilestarikan. Bahkan lebih dari itu, jika masing-masing suami dan istri dapat bersikap secara adil maka kebersatuan mereka akan menghasilkan sebuah potensi besar yang sangat diperlukan untuk melahirkan generasi penerus berkualitas.

Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-maidah : 8)

Sikap adil yang lebih cenderung pada taqwa itu harus dimiliki suami istri dalam interaksi mereka. Sikap adil harus menghiasi kehidupan rumah tangga, dari hal-hal kecil hingga persolan besar. Adalah tidak adil jika suami mencela makanan yang dibuatkan istrinya, sementara ia sendiri tidak bisa memberi bahan-bahan dan peralatan masak yang cukup. Adalah tidak adil jika suami menuntut istri bersolek layaknya artis sewaktu di hadapannya, sementara suami tidak memberi nafkah yang cukup untuk membeli kosmetik yang diperlukan.

Begitupun, adalah tidak adil jika istri mencela suami karena kesalahan kecil sementara kebaikan suami tidak pernah dipujinya. Adalah tidak adil jika istri tidak pernah berterima kasih kepada suaminya yang bekerja keras sebulan penuh dan menyerahkan gajinya, sementara saat ada hadiah kecil dari teman saja istri tersebut mengucapkan terima kasih berkali-kali dan menyanjung-nyanjungnya.

Sikap adil harus diawali dari pemahaman diri dan penerimaan. Suami/istri harus memahami kewajibannya dulu dan menjalankannya. Tidak diawali dari menuntut haknya. Sikap adil lebih mudah dilakukan suami istri jika ada rapat/suro keluarga. Tentu jangan disamakan dengan rapat di kantor yang formal. Rapat/suro keluarga bisa dilakukan dengan santai sambil minum teh bersama atau acara santai lainnya.

3. Cinta dan Kasih Sayang (Al-Mahabbah war Rahmah)

Cinta dan kasih sayang merupakan hal yang sangat penting dalam interaksi suami istri. Dan kehidupan rumah tangga harus dibangun di atas landasan ini. Meskipun ada perbedaan tentang mahabbah dan rahmah. Bahwa mahabbah adalah cinta di kala suami istri masih usia muda atau usia produktif dan rahmah adalah cinta saat mereka sudah menjadi kakek-kakek dan nenek-nenek. Saat itu tidak ada hubungan suami istri sebagaimana lazimnya saat mereka muda, tetapi kasih sayang tetap membuat mereka bersatu dan saling mengasihi meskipun tidur saling membelakangi.

Dengan cinta dan kasih sayang, seorang suami akan berusaha semaksimal mungkin membahagiakan istrinya. Demikian pula istri akan membahagiakan suaminya. Cinta dan kasih sayang dalam ikatan pernikahan harusnya menjadi cinta paling kuat dan paling kokoh melebihi apapun antara dua orang. Rasulullah SAW bersabda:

Tidak terlihat diantara dua orang yang saling mencintai melebihi pernikahan (HR. Ibnu Majah)

Lalu bagaimana jika pernikahan kita belum juga membuahkan cinta atau cinta di awal pernikahan kini semakin tergerus dan nyaris tiada? Salah satu tips yang bisa dilakukan adalah dengan mencari satu saja kelebihin istri/suami kita yang tidak dimiliki orang lain. Kalau mencari yang sempurna (lebih dalam segala hal), percayalah, kita tidak akan pernah mendapati satupun manusia seperti itu. Cari satu saja kelebihannya dan fokuslah ke sana. Sudah saatnya kita mengabaikan pepatah “rumput tetangga selalu lebih hijau.”

Tips lainnya adalah dengan selalu mengingat kesetiaan dan pengorbanannya. Lihatlah sisi lemah atau kekurangan kita lalu bersyukurlah karena Allah menjadikan pasangan kita menerima apa adanya. Kenanglah saat kita sakit siapa yang melayani dan menunggui kita. Ingatlah saat kita lemah siapa yang menguatkan kita. Saat kita kedinginan, siapa yang menghangatkan jiwa kita. Atau bahkan, pandanglah anak-anak kita, istri yang melahirkan mereka dengan resiko nyawa. Suami yang giat bekerja demi masa depan mereka.

4. Mendahulukan Kewajiban daripada Hak (Taqdiimu Ada-il Wajibaat ‘ala Thalabil Huquuq)

Seringkali problematika rumah tangga bermula dari ego suami/istri. Ia selalu menuntut hak-haknya, tetapi tidak memperhatikan kewajibannya. Ia begitu tahu, secara detail, apa-apa yang menjadi haknya, tapi kurang peduli dengan kewajibannya.

Interaksi suami istri seharusnya dibangun di atas landasan yang benar: mendahulukan kewajiban daripada hak. Karena itulah, buku Kewajiban Istri Kepada Suami harus dibaca istri, bukan ditulis untuk dibaca suami. Sebaliknya, buku Kewajiban Suami kepada Istri harus dibaca oleh suami, bukan ditulis untuk dibaca istri.

Dicontohkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari bagaimana Abu Darda sangat konsen pada ibadah kepada Allah, sampai-sampai ia tidak berdandan, tidak memperhatikan makan dan tidurnya. Saat Salman Al-Farisi bertamu dan mengetahui hal ini, ia mendapat konfirmasi dari istri Abu Darda bahwa memang Abu Darda tidak memiliki hajat pada dunia. Salman kemudian menasehati Abu Darda dengan kalimat yang disetujui Rasulullah: Terhadap tuhanmu ada kewajiban yang harus kau tunaikan, terhadap badanmu ada kewajiban yang harus kau tunaikan, terhadap keluargamu ada kewajiban yang harus kau tunaikan. Maka berikan hak kepada orang yang memiliki haknya.”

Maka… sudahkah kita memenuhi kewajiban kita sebagai suami/sitri kepada pasangan tercinta kita? Atau jangan-jangan kita malah tidak begitu tahu apa-apa kewajiban kita? Semoga tidak.

Semoga kita menjadi suami/istri yang baik, yang dengannya kita menempatkan diri pantas mendapati istri kita juga baik. Semoga kita menjadi suami/istri yang adil dan penuh cinta, dengannya kita sesungguhnya menyiapkan untuk pantas dikaruniai Allah nikmat besar: istri/suami kita juga penuh cinta kepada kita.[]

Saat Embun Menembus Batu

Pengetahuan kita memang sedikit. Teramat sedikit. Hanya seperti setetes embun di lautan pengetahuan Allah. Itupun tidak bisa dengan sendirinya menciptakan peristiwa-peristiwa kehidupan kita. Kesalahan kita, dengan begitu, selalu ada di situ; saat di mana kita menafsirkan seluruh proses kehidupan kita dengan pengetahuan sebagai tafsir tunggal. Tapi setetes embun itu yang sebenarnya memberikan sedikit kuasa bagi manusia atas peserta alam raya lainnya, dan karenanya membedakan dari mereka.

Walaupun bukan dalam kerangka hubungan kausalitas mutlak, Allah tetap saja menyebutnya sultan; kekuasaan, kekuatan. Pengetahuan menjadi kekuasaan dan kekuatan karena Allah dengan kehendak-Nya meniupkan kuasa dan kekuatan itu ke dalamnya kapan saja Ia menghendakinya. Dan karena pengetahuan itu adalah input Allah yang diberikannya kepada akal sebagai infrastruktur komunikasi manusia dengan-Nya, maka ia menjadi penting sebagai penuntun bagi kehidupan manusia. Dalam kerangka itulah Allah mengulangi kata ilmu, dengan seluruh perubahan morfologisnya, lebih dari 700 kali dalam Al-Qur'an. Di jalur makna seperti itu pula Rasulullah SAW mengatakan: "Siapa yang menginginkan dunia hendaklah ia berilmu. Siapa yang menginginkan akhirat hendaklah ia berilmu. Siapa yang menginginkan kedua-duanya hendaklah ia berilmu."

Ada sesuatu yang tampak tidak bertemu di sini; antara ilmu yang sedikit, dan kuasa yang diberikan Allah pada ilmu yang sedikit itu. Yang pertama menyadarkan kita akan ketidakberdayaan kita. Tapi yang kedua menggoda kita dengan kekuasaan besar atas dunia kita. Kisah Fir'aun, Haman dan Qarun, adalah kisah orang-orang yang gagal menemukan titik temu antara keduanya. Sebaliknya ada kisah Yusuf dan Sulaiman yang menemukan simpul perekat antara kedua situasi itu.

Yusuf menguasai perbendaharaan negara karena ia, seperti yang beliau lukiskan sendiri. Hafiz 'aliim; penjaga harta yang tahu bagaimana cara menjaganya. Ilmu tentang bagaimana menjaga harta kekayaan negara telah memberinya posisi tawar politik yang kuat dalam kerajaan. Bergitu juga dengan kerajaan Sulaiman yang disangga oleh para ilmuwan yang bahkan melampaui kedalaman ilmu pasukan jinnya. Sebab pasukan Jin hanya mampu memindahkan singgasana Balqis dari Yaman ke Palestina dalam waktu antara duduk dan berdirinya Sulaiman. Sementara para ilmuwannya mampu memindahkan singgasana itu dalam satu kedipan mata. Itu bukan pengiriman data dan suara seperti dalam sms dan hubungan telepon. Tapi pengiriman barang atau cargo.

Luar biasa. Bukan terutama pengetahuannya yang luar biasa. Tapi tafsir Sulaiman atas itu semua: "Ini adalah keutamaan dari Tuhanku, yang dengan itu Ia hendak mengjui aku, apakah aku akan bersyukur atau mengingkari (kufur) nikmat itu." Sulaiman memahami bahwa Allahlah yang meniupkan sedikit kuasa pada pengetahuan itu. Sedikit kuasa itu membuatnya percaya diri di depan Balqis dengan menggunakan diplomasi teknologi dalam menyampaikan risalah, tapi juga membuatnya rendah hati dan bersyukur di depan Allah.

Itulah kata kuncinya: kerendahan hati dan kepercayaan diri. Persis seperti embun; sejuk karena kerendahan hati, tapi tak pernah berhenti menetes karena percaya bahwa dengan kelembutannya ia bisa menembus batu

Kamis, 10 Juni 2010

Memperbaruhi Komitmen Dakwah

By : Dendy

Meringkas Buku Memperbaruhi Komitmen Dakwah

( Muhammad Abduh-Robbany Press )



Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu

mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (Qs;As shaff/61 Ayat 2 )

Dalam buku Tersebut dijelaskan bahwa sasaran utama dalam DAKWAH adalah ;

  1. Diri Sendiri
  2. Keluarga dan
  3. Masyarakat

Imam Asy Syahid Hasan Al Banna, menjelaskan ; Apabila seseorang menginginkan kehidupannya lebih baik maka masuklah dalam dunia dakwah yaitu TARBIYAH, dengan mengikuti semua peraturan yang ada, tanpa ada kekecewaan.

Kemudian beliau juga menanamkan pada pribadi dakwah adalah Salimul Aqidah sebagai Pondasi itu sendiri ia mampu memperbaiki diri sendiri menjadi orang yang kuat fisiknya, Kokoh akhlaknya, Luas wawasannya, Mampu mencari penghasilan, Lurus aqidahnya, pejuang bagi diri sendiri, Penuh perhatian akan waktunya, dan bermanfaat bagi orang lain.

Dengan terbentuknya pribadi seperti yang disebutkan diatas, maka terwujudlah rumah tangga muslim dan keluarga muslim yang berkomitmen, karena rumah tangga merupakan batu bata utama untuk terwujudnya sasaran yang lebih besar yaitu terbentuknya masyarakat muslim yang kuat, saling mencintai, saling mengutamakan yang kuat membantu yang lemah dan yang mampu membantu yang membutuhkan, semua itu akan terwujud dengan amar ma’ruf nahi mungkar.

Bagi siapa saja yang masuk dalam dunia da’wah ( tarbiyah ), dia harus siap dengan komitmen yang ada, kalau tidak, jangan engkau menyebut dirimu seorang yang tarbiyah. Allah akan melaknatimu ! Na’uzibillah !

Bagi seorang yang tertarbiyah selain adanya perubahan-perubahan dari dia mendapatkan teori sampai dia mempraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Demi berkibarnya panji Islam di muka bumi, bagi diri yang merasa tertarbiyah, maka pastilah dia memiliki tabiat atau sifat-sifat yang mendiami pada diri mereka seperti ;

  1. Iman yang mendalam
  2. Kemauan yang kuat
  3. Kesungguhan dan semangat yang tinggi
  4. Menjadi teladan bagi orang lain
  5. Lemah lembut
  6. Menjaga rahasia
  7. Kesetian
  8. Perngorbanan
  9. Perhatian terhadap waktu
  10. Tertib dalam segala urusan

Da’wah menyeru kepada manusia agar memperbaiki diri mereka, memperhatikan rumahnya agar menjadi rumah yang muslim, diisi dengan qiratul Qur’an, qiyamullail, menunaikan sholat saat azan dikumandangkan, melakukan wirid setiap hari, menjaga waktunya agar tak terbuang sia-sia, berlaku adil dalam menetapkan hukum yang benar, memiliki hati yang lembut, pemaaf dan santun terhadap orang lain, menghindari riba, memiliki sifat hemat, menghidupkan budaya Islam dan selalu merasa diawasi Allah SWT.

Bukan sebaliknya, yaitu hanya menyuruh orang lain, sementara untuk dirinya lupa dan menunda-nunda….! Pahamilah ..

Diantara tugas-tuga da’wah yang tidak boleh diabaikan antara lain ;

  1. Sang tarbiyah menjadi pro aktif dalam da’wah

- Rasul adalah teladan kita

- Jadilah keluarga yasin

  1. Sang tarbiyah siap menunaikan kewajiban infaq dalam da’wah

- Aktifitis da’wah harus darmawan

  1. Sang tarbiyah komitmen dengan pilihan jama’ah dalam masalah fiqih

  1. Sang tarbiyah komitmen melaksanakan perangkat-perangkat tarbiyah yang ditentukan jama’ah

  1. Sang tarbiyah tsiqoh terhadap pimpinan dan menghormatinya dalam tindakan dan keputusan

- Saling membei nasihat

  1. Mengikuti semua kegiatan umum da’wah
  2. Mengikuti berita tentang da’wah diluar dan di dalam negeri

Dalam perjalan da’wah banyak sekali halangan-halangan dan cobaan-coban yang menghadang. Namun yang harus dihindari adalah sebagai berikut ;

  1. Timbulnya perselisihan dan perpecahan
  2. Munculnya kelompok pengacau
  3. Bersih keras dengan pendapat sendiri
  4. Mengutamakan kepentingan pribadi
  5. Tidak menghadiri pertemuan rutin, kecuali dengan syarat-syarat uzur yang dapat diterima
  6. Berambisi jadi pimpinan dan terlalu percaya diri
  7. Tidak memiliki visi yang jelas

“ Hidup mulia atau mati syahid “ kalimat itulah yang harus ditanamkan dalam diri pribadi muslim.

Untuk mencapai satu tujuan mulia para aktifis harus memiliki sifat dan ciri-ciri yang melekat pada diri mereka.

Adapun ciri-cirinya sebagai berikut ;

  1. Aktifis harus berpandangan positif
  2. Aktifis harus memiliki kemauan yang kuat
  3. Aktifis harus Dermawan
  4. Aktifis harus siap berkorban
  5. Aktifis harus memiliki semangat yang tinggi
  6. Aktifis harus Bijaksana
  7. Aktifis harus menjadi teladan bagi orang lain
  8. Aktifis harus berjiwa sosial
  9. Aktifis harus mampu mengkoordinasikan semua potensi
  10. Aktifis harus mengutamakan kerja

Kewajiban bagi yang menyakini da’wah adalah ;

# Ia harus menyucikan jiwanya, meluruskan tingkah lakunya, mempersiapkan akal, jiwa dan raganya untuk jihad dan perjalanan panjang di masa yang akan datang

# Ia di tuntut untuk menyebarkan ruh ( semangat ) ini kepada keluarga, kerabat, temen sejawat dan masyarakat

# Ia siap menerapkan hukum dan akhlak Islam pada dirinya serta menjaga batas-batas dan perintah dan larangan Allah dan Rasulny

7. Bagaimana bisa ada Perjanjian (aman) dari sisi Allah dan RasulNya dengan orang-orang musyrikin, kecuali orang-orang yang kamu telah Mengadakan Perjanjian (dengan mereka) di dekat Masjidilharaam[632]? Maka selama mereka Berlaku Lurus terhadapmu, hendaklah kamu Berlaku Lurus (pula) terhadap mereka. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa.

8. Bagaimana bisa (ada Perjanjian dari sisi Allah dan RasulNya dengan orang-orang musyrikin), Padahal jika mereka memperoleh kemenangan terhadap kamu, mereka tidak memelihara hubungan kekerabatan terhadap kamu dan tidak (pula mengindahkan) perjanjian. mereka menyenangkan hatimu dengan mulutnya, sedang hatinya menolak. dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang Fasik (tidak menepati perjanjian).

9. Mereka menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit, lalu mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya Amat buruklah apa yang mereka kerjakan itu.

10. Mereka tidak memelihara (hubungan) Kerabat terhadap orang-orang mukmin dan tidak (pula mengindahkan) perjanjian. dan mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas.

[632] Yang dimaksud dengan dekat Masjidilharam Ialah: Al-Hudaibiyah, suatu tempat yang terletak dekat Makkah di jalan ke Madinah. pada tempat itu Nabi Muhammad SAW Mengadakan Perjanjian gencatan senjata dengan kaum musyrikin dalam masa 10 tahun.

Mereka adalah aktifis da’wah, artinya mereka tidak keluar dari sarana yang harus ditempuh dan dilaksanakan yaitu ;

  1. Iman yang mendalam
  2. Pembentukan yang solid
  3. Aktifitas yang berkesinambungan

Evaluasi

Untuk apa kita hidup ?

Da’wah tidak membutuhkan kita Ukh !

Tapi sebaliknya kita yang membutuhkan da’wah ( Untaian kata Asy Syhaid Hasan Al Banna ), Sedari itu sadarlah, kalau memang dengan da’wah kita bisa menggapai ridho Allah, menjadikan kehidupan baik di dunia maupun diakhirat lebih berarti. Kenapa kita harus lari darinya? Bersedihlah, menanggislah, lebih-lebih lagi bagi kita yang belum bisa mengajak orang lain untuk mencicipi dunia da’wah ini.

Sebagai salah satu program yang dicanangkan dalam da’wah adalah Halaqoh.

- Kenapa kita masih mencari-cari alasan untuk tidak hadir

- Kenapa tidak kita kuatkan azam kita

- Kenapa program yang kita buat bersama terbengkalai begitu saja dengan alasan waktu tidak ada

- Kenapa amalan-amalan sholih sesudah kita ucapkan Iman kepada Allah tidak kita realisasikan, apakah kita beriman kepada Allah

Jawablah!...

Da’wah tidak membutuhkan jiwa-jiwa yang kering kerontang, jadi kedaftar mana kita masuk? Sia-sialah hidup kita karena kita tak ubahnya seperti Nasharo yang lupa adanya kematian dan kehidupan yang abadi sesudah kematian itu sendiri



Senin, 07 Juni 2010

Ramadhan membawa perubahan

by ; dendy
Ramadhan sebentar lagi tiba, kini kita berada diakhir-akhir minggu bulan sya’ban. Kaum muslimin yang dirahmati Allah, tentunya sudah kesekian kali kita menjalani ibadah Ramadhan sudahkan kita menjadikan Ramadhan ini sebagai langkah besar kita untuk perubahaan. Perubahan-perubahan ini sangatlah diperlukan bagi kita, apalagi perubahan-perubahan yang menyangkut akhlak, ibadah dan ketaqwaan kita kepada Allah.
Sebagaimana visi dari kita shaum ( berpuasa ) adalah menjadi orang-orang bertaqwa
Beberapa hal yang harus kita lakukan dalam meraih perubahan-perubahan tersebut;

pertama, Niat ( Motivasi )
Apapun arah dalam suatu tujuan perubahan yang paling utama adalah Niat ( Motivasi ), oleh karena itu mulialah dari sekarang niat yang kuat untuk berubah, betapa banyak orang-orang yang mengalami perubahan tapi tidak dilandasi niat yang baik maka akan sia-sia. Apalagi dengan Ramadhan ini kita pasang niat kemudian menjaganya terus agar niat kita menjadi arah perubahan yang baik Insya Allah, Allah akan mengabulkannya. Apalagi Ramadhan ini kita dianjurkan berbanyak amal ibadah termasuk kita dianjurkan memperbanyak doa. Maka perbanyaklah doa-doa dan kita bersungguh untuk memahami arti perubahan yang akan kita lakukan, yang sampai perubahan ini hanya sebulan saja.

Kedua, Istiqomah ( Konsisten )
Setelah kita pancangkan niat bersungguh-sungguh, sedangkan yang berikutnya kita harus istiqomah. Kita sudah benar-benar menyakini agar perubahan-perubahan ini tetap langgeng sampai ajal kita, oleh sebab itu istiqomah ini menjadi garda terdepan yang harus kita lakukan walaupun memang godaan-godaan syeitan berupa kenikmatan dunia, kemalasan dan lain sebagainya bisa datang dan mematahkan konsiten kita. Ingatlah bahwa ketika kita berniat dan beristiqomah, sesungguhnya kita akan menghadapi beban cobaan-cobaan yang satu persatu akan kita hadapi.

Saudara-saudaraku....
Kehidupan ini akan berakhir, entah kapan kita pun atau orang lain tidak akan tahu...
Marilah momen Ramadhan kita jadi sebagai semangat perubahan, perubahan bagi diri kita, keluarga, masyakarat dan seterusnya.......semoga Allah senantiasa mencintai orang-orang yang mau berubah. Apalagi orang yang ingin merubah dari sifat buruk kepada sifat baik, atau dari orang yang sering melalaikan perintah Allah menjadi orang yang Taat...Amin ya Rabbal ;Alamin...

Belajar bersatu

BELAJAR BERSATU Ketika kekalahan, tragedi, kelaparan, dan pembantaian mendera jasad Islam kita, kita selalu saja menyoal dua hal: konspirasi Barat dan lemahnya persatuan umat Islam. Tangan-tangan syetan Yahudi seakan merambah di balik setiap musibah yang menimpa kita. Dan kita selalu tak sanggup membendung itu, karena persatuan kita lemah. Mari kita menyoal persatuan, sejenak, dari sisi lain. Ada banyak faktor yang dapat mempersatukan kita: aqidah, sejarah dan bahasa. Tapi semua faktor tadi tidak berfungsi efektif menyatukan kita. Sementara itu, ada banyak faktor yang sering mengoyak persatuan kita. Misalnya, kebodohan, ashabiyah, ambisi, dan konspirasi dari pihak luar. Mungkin itu yang sering kita dengar setiap kali menyorot masalah persatuan. Tapi di sisi lain yang sebenarnya mungkin teramat remeh, ingin ditampilkan di sini. Persatuan ternyata merupakan refleksi dari ’suasana jiwa’. Ia bukan sekedar konsensus bersama. Ia, sekali lagi, adalah refleksi dari ’suasana jiwa’. Persatuan hanya bisa tercipta di tengah suasana jiwa tertentu dan tak akan terwujud dalam suasana jiwa yang lain. Suasana jiwa yang memungkinkan terciptanya persatuan, harus ada pada skala individu dan jamaah. Tingkatan ukhuwwah (maratibul ukhuwwah) yang disebut Rasulullah SAW, mulai dari salamatush shadr hingga itsar, semuanya mengacu pada suasana jiwa. Jiwa yang dapat bersatu adalah jiwa yang memiliki watak ’permadani’. Ia dapat diduduki oleh yang kecil dan yang besar, alim dan awam, remaja atau dewasa. Ia adalah jiwa yang besar, yang dapat ’merangkul’ dan ’menerima’ semua jenis watak manusia. Ia adalah jiwa yang digejolaki Jiwa oleh itu keinginan kuat untuk memberi, dari mimpi memperhatikan, buruk merawat, mengembangkan, membahagiakan, dan mencintai. seperti sepenuhnya terbebas ’kemahahebatan’, ’kamahatahuan’, ’keserbabisaan’. Ia juga terbebas dari ketidakmampuan untuk menghargai, menilai, dan mengetahui segi-segi positif dari karya dan kepribadian orang lain. Jiwa seperti itu sepenuhnya merdeka dari ’narsisme’ individu atau kelompok. Maksudnya bahwa ia tidak mengukur kebaikan orang lain dari kadar manfaat yang ia peroleh dari orang itu. Tapi ia lebih melihat manfaat apa yang dapat ia berikan kepada orang tersebut. Ia juga tidak mengukur kebenaran atau keberhasilan seseorang atau kelompok berdasarkan apa yang ia ’inginkan’ dari orang atau kelompok tersebut. Salah satu kehebatan tarbiyah Rasulullah SAW, bahwa beliau berhasil melahirkan dan mengumpulkan manusia-manusia ’besar’ tanpa satupun di antara mereka yang merasa


’terkalahkan’ oleh yang lain. Setiap mereka tidak berpikir bagaimana menjadi ’lebih besar’ dari yang lain, lebih dari mereka berpikir bagaimana mengoptimalisasikan seluruh potensi yang ada pada dirinya dan mengadopsi sebanyak mungkin ’keistimewaan’ yang ada pada diri orang lain. Umar bin Khattab, mungkin merupakan contoh dari sahabat Rasulullah SAW yang dapat memadukan hampir semua prestasi puncak dalam bidang ruhiyah, jihad, qiyadah, akhlak, dan lainnya. Tapi semua kehebatan itu sama sekali tidak ’menghalangi’ beliau untuk berambisi menjadi ’sehelai rambut dalam dada Abu Bakar’. Sebuah wujud keterlepasan penuh dari mimpi buruk ’kemahahebatan’. (Arsitek Peradaban, Anis Matta)

Jumat, 04 Juni 2010

Wahai Pemimpin mana nyalimu!


Kecongkahan serta ketamakan yahudi kembali mengundang reaksi dunia Internasional, tragedi penyerangan kapal marvi marmara yang dipenuhi relawan,pejabat, anggota parlemen, jurnalis dari 40 negara untuk memberikan bantuan kemanusiaan untuk rakyat Gaza yang sudah 4 tahun diblokade oleh bangsa kera ini.
Sudah yang kesekian kali tidak membuat para pemimpin-pemimpin dunia mengambil langkah yang bisa mematikan anak emas Negara Uncle Sam ini, apalagi PBB yang katanya lembaga dunia…. hahaha ternyata hanya bisa bersuara saja.
Lewat tulisan ini ku sampaikan kepada Pemimpin Dunia, “ Mana hati nuranimu…..Mana rasa kemanusiaanmu. Apakah semua itu tergadai dengan kekuasaaan serta tumpukan dollar. Sungguh kerdil sekali harga dirimu wahai para pemimpin-pemimpin dunia.

salam jihad abdul hafiz asy syuja' anakku

Jalan-jalan ke JUNGLE

Perpisahan Hafiz 29 Mei 2010




Hidupkanlah Hati Kita

by : dendy
Dasar kebahagian segala mahluk yang berakal adalah dengan hidupnya hati. Kehidupan yang akan terus berjalan, suka atau tidak itulah skenario Allah yang akan terus kita jalani. Disisi lain ada orang yang menjalani kehidupan ini dengan ketenangan dan kedamaian jiwa walaupun beban hidupnya begitu besar, yang mengakibatkan seluruh energinya habis untuk memenuhi segala kebutuhannya tapi mereka terus bertahan dan tegar. Disisi lain tidak sedikit juga orang-orang yang sudah atau bahkan punya kelebihan merasa hidup ini serasa sempit dan menyesakkan dada.

Begitulah realita kehidupan yang apabila kita renungi pada saat ini, ketika gelombang ujian terus menerus dan tekanan hidup yang berat. Oleh karena itu mari kita hidupkan hati kita dengan dzikir yang membasahi lembar-lembar hati yang sudah kering. Sejukkan dia dengan keheningan malam-malam yang tak terlewati dalam simpuh di kaki-Nya, dimana ada butir-butir tangis yang meruntuhkan kesombongan dan mengembalikan kesadaran kita akan tempat kembali. Rasulullah Muhammad Saw telah mencontohkan kepada kita soal kekayaan hati dengan memperbanyak mengingat Allah, sehingga meski sebagai manusia mulia yang begitu dihormati pengikutnya, ia memiliki peluang untuk hidup berlebih, namun kesederhanaanlah yang menjadi pilihannya. Ia juga yang mengajarkan kita untuk selalu takut akan adzab Allah dengan memperbanyak memohon ampunan-Nya Wallahu a’lam bishshowaab