Selasa, 27 September 2011

Kisah Nyata dari Arab " Ammar Mustafa "


Ditengah gemuruhnya kota, ternyata Riyadh menyimpan bayak kisah.
Kota ini menyimpan rahasia yang hanya diperdengarkan kepada telinga dan hati yang mendengar. Tentu saja, Hidayah adalah kehendak NYA dan Hidayah hanya akan diberikan kepada mereka yang mencarinya.

Ada sebuah energi yang luar biasa dari cerita yang kudengar beberapa hari yang lalu dari sahabat Saya mengenal banyak dari mereka, ada beberapa dari Palestina, Bahrain, Jordan, Syiria, Pakistan, India, Srilanka dan kebanyakan dari Mesir dan Saudi Arabia sendiri. Ada beberapa juga dari suku Arab yang tinggal dibenua Afrika. Salah satunya adalah teman dari Negara Sudan, Afrika.

Saya mengenalnya dengan nama Ammar Mustafa, dia salah satu Muslim kulit hitam yang juga kerja di Hotel ini.

Beberapa bulan ini saya tidak lagi melihatnya berkerja.
Biasanya saya melihatnya bekerja bersama pekerja lainnya menggarap proyek bangunan di tengah terik matahari kota Riyadh yang sampai saat ini belum bisa ramah dikulit saya.

Hari itu Ammar tidak terlihat.
Karena penasaran, saya coba tanyakan kepada Iqbal tentang kabarnya.

"Oh kamu tidak tahu?"
Jawabnya balik bertanya, memakai bahasa Ingris khas India yang bercampur dengan logat urdhu yang pekat.

"Iyah beberapa minggu ini dia gak terlihat di Mushola ya?" Jawab saya.

Selepas itu, tanpa saya duga iqbal bercerita panjang lebar tentang Ammar.
Dia menceritakan tentang hidup Ammar yang pedih dari awal hingga akhir, semula saya keheranan melihat matanya yang menerawang jauh. Seperti ingin memanggil kembali sosok teman sekamarnya itu.

Saya mendengarkan dengan seksama.

Ternyata Amar datang ke kota Riyadh ini lima tahun yang lalu, tepatnya sekitar tahun 2004 lalu.
Ia datang ke Negeri ini dengan tangan kosong, dia nekad pergi meninggalkan keluarganya di Sudan untuk mencari kehidupan di Kota ini. Saudi arabia memang memberikan free visa untuk Negara Negara Arab lainnya termasuk Sudan, jadi ia bisa bebas mencari kerja disini asal punya Pasport dan tiket.


Sayang, kehidupan memang tidak selamanya bersahabat.
Do'a Ammar untuk mendapat kehidupan yang lebih baik di kota ini demi keluarganya ternyata saat itu belum terkabul. Dia bekerja berpindah pindah dengan gaji yang sangat kecil, uang gajinya tidak sanggup untuk membayar apartemen hingga ia tinggal di apartemen teman temannya.

Meski demikian, Ammar tetap gigih mencari pekerjaan.
Ia tetap mencari kesempatan agar bisa mengirim uang untuk keluarganya di Sudan.

Bulan pertama berlalu kering, bulan kedua semakin berat...
Bulan ketiga hingga tahun tahun berikutnya kepedihan Ammar tidak kunjung berakhir..
Waktu bergeser lamban dan berat, telah lima tahun Ammar hidup berpindah pindah di Kota ini. Bekerja dibawah tekanan panas matahari dan suasana Kota yang garang.
Tapi amar tetap bertahan dalam kesabaran.

Kota metropolitan akan lebih parah dari hutan rimba jika kita tidak tahu caranya untuk mendapatkan uang, dihutan bahkan lebih baik. Di hutan kita masih bisa menemukan buah buah, tapi di kota? Kota adalah belantara penderitaan yang akan menjerat siapa saja yang tidak mampu bersaing.

Riyadh adalah ibu kota Saudi Arabia.
Hanya berjarak 7 jam dari Dubai dan 10 Jam jarak tempuh dengan bis menuju Makkah. Dihampir keseluruhan kota ini tidak ada pepohonan untuk berlindung saat panas. Disini hanya terlihat kurma kurma yang berbuah satu kali dalam setahun..

Amar seperti terjerat di belantara Kota ini.
Pulang ke suddan bukan pilihan terbaik, ia sudah melangkah, ia harus membawa perubahan untuk kehidupan keluarganya di negeri Sudan. Itu tekadnya.

Ammar tetap tabah dan tidak berlepas diri dari keluarganya.
Ia tetap mengirimi mereka uang meski sangat sedikit, meski harus ditukar dengan lapar dan haus untuk raganya disini.

Sering ia melewatkan harinya dengan puasa menahan dahaga dan lapar sambil terus melangkah, berikhtiar mencari suap demi suap nasi untuk keluarganya di Sudan.

Tapi Ammar pun Manusia.
Ditahun kelima ini ia tidak tahan lagi menahan malu dengan teman temannya yang ia kenal, sudah lima tahun ia berpindah pindah kerja dan numpang di teman temannya tapi kehidupannya tidak kunjung berubah.

Ia memutuskan untuk pulang ke Sudan.
Tekadnya telah bulat untuk kembali menemui keluarganya, meski dengan tanpa uang yang ia bawa untuk mereka yang menunggunya.

Saat itupun sebenarnya ia tidak memiliki uang, meski sebatas uang untuk tiket pulang.
Ia memaksakan diri menceritakan keinginannya untuk pulang itu kepada teman terdekatnya. Dan salah satu teman baik amar memahaminya ia memberinya sejumlah uang untuk beli satu tiket penerbangan ke Sudan.

Hari itu juga Ammar berpamitan untuk pergi meninggalkan kota ini dengan niat untuk kembali ke keluarganya dan mencari kehidupan di sana saja.

Ia pergi ke sebuah Agen di jalan Olaya- Riyadh, utuk menukar uangnya dengan tiket. Sayang, ternyata semua penerbangan Riyadh-Sudan minggu ini susah didapat karena konflik di Libya, Negara tetangganya. Tiket hanya tersedia untuk kelas executive saja.

Akhirnya ia beli tiket untuk penerbangan minggu berikutnya.
Ia memesan dari saat itu supaya bisa lebih murah. Tiket sudah ditangan, dan jadwal terbang masih minggu depan.

Ammar sedikit kebingungan dengan nasibnya.
Tadi pagi ia tidak sarapan karena sudah tidak sanggup lagi menahan malu sama temannya, siang inipun belum ada celah untuk makan siang. Tapi baginya ini bukan hal pertama. Ia hampir terbiasa dengan kebiasaan itu.

Adzan dzuhur bergema..
Semua Toko Toko, Supermarket, Bank, dan Kantor Pemerintah serentak menutup pintu dan menguncinya. Security Kota berjaga jaga di luar kantor kantor, menunggu hingga waktu Shalat berjamaah selesai.

Ammar tergesa menuju sebuah masjid di pusat kota Riyadh.
Ia mengikatkan tas kosongnya di pinggang, kemudian mengambil wudhu.. memabasahi wajahnya yang hitam legam, mengusap rambutnya yang keriting dengan air.

Lalu ia masuk mesjid. Shalat 2 rakaat untuk menghormati masjid. Ia duduk menunggu mutawwa memulai shalat berjamaah.

Hanya disetiap shalat itulah dia merasakan kesejukan,
Ia merasakan terlepas dari beban Dunia yang menindihnya, hingga hatinya berada dalam ketenangan ditiap menit yang ia lalui.

Shalat telah selesai.
Ammar masih bingung untuk memulai langkah.
Penerbangan masih seminggu lagi.

Ia diam.

Dilihatnya beberapa mushaf al Qur'an yang tersimpan rapi di pilar pilar mesjid yang kokoh itu. Ia mengmbil salah satunya, bibirnya mulai bergetar membaca taawudz dan terus membaca al Qur'an hingga adzan Ashar tiba menyapanya.

Selepas Maghrib ia masih disana.
Beberapa hari berikutnya, Ia memutuskan untuk tinggal disana hingga jadwal penerbangan ke Sudan tiba.

Ammar memang telah terbiasa bangun awal di setiap harinya.
Seperti pagi itu, ia adalah orang pertama yang terbangun di sudut kota itu.
Ammar mengumandangkan suara indahnya memanggil jiwa jiwa untuk shalat, membangunkan seisi kota saat fajar menyingsing menyapa Kota.

Adzannya memang khas.
Hingga bukan sebuah kebetulan juga jika Prince (Putra Raja Saudi) di kota itu juga terpanggil untuk shalat Subuh berjamaah disana.

Adzan itu ia kumandangkan disetiap pagi dalam sisa seminggu terakhirnya di kota Riyadh.
Hingga jadwal penerbanganpun tiba. Ditiket tertulis jadwal penerbangan ke Sudan jam 05:23am, artinya ia harus sudah ada di bandara jam 3 pagi atau 2 jam sebelumnya.

Ammar bangun lebih awal dan pamit kepada pengelola masjid, untuk mencari bis menuju bandara King Abdul Azis Riyadh yang hanya berjarak kurang dari 30 menit dari pusat Kota.

Amar sudah duduk diruang tunggu dibandara,
Penerbangan sepertinya sedikit ditunda, kecemasan mulai meliputinya.
Ia harus pulang kenegerinya tanpa uang sedikitpun, padahal lima tahun ini tidak sebentar, ia sudah berusaha semaksimal mungkin.

Tapi inilah kehidupan, ia memahami bahwa dunia ini hanya persinggahan.
Ia tidak pernah ingin mencemari kedekatannya dengan Penggenggam Alam semesta ini dengan mengeluh. Ia tetap berjalan tertatih memenuhi kewajiban kewajibannya, sebagai Hamba Allah, sebagai Imam dalam keluarga dan ayah buat anak anaknya.

Diantara lamunan kecemasannya, ia dikejutkan oleh suara yang memanggil manggil namanya.
Suara itu datang dari speaker dibandara tersebut, rasa kagetnya belum hilang Ammar dikejutkan lagi oleh sekelompok berbadan tegap yang menghampirinya.

Mereka membawa Ammar ke mobil tanpa basa basi, mereka hanya berkata "Prince memanggilmu".
Ammarpun semakin kaget jika ia ternyata mau dihadapkan dengan Prince. Prince adalah Putra Raja, kerajaan Saudi tidak hanya memiliki satu Prince. Prince dan Princess mereka banyak tersebar hingga ratusan diseluruh jazirah Arab ini. Mereka memilii Palace atau Istana masing masing.

Keheranan dan ketakutan Ammar baru sirna ketika ia sampai di Mesjid tempat ia menginap seminggu terakhir itu, disana pengelola masjid itu menceritakan bahwa Prince merasa kehilangan dengan Adzan fajar yang biasa ia lantunkan.

Setiap kali Ammar adzan prince selalu bangun dan merasa terpanggil..
Hingga ketika adzan itu tidak terdengar, Prince merasa kehilangan. Saat mengetahui bahwa sang Muadzin itu ternyata pulang kenegerinya Prince langsung memerintahkan pihak bandara untuk menunda penerbangan dan segera menjemput Ammar yang saat itu sudah mau terbang untuk kembali ke Negerinya.

Singkat cerita, Ammar sudah berhadapan dengan Prince.
Prince menyambut Ammar dirumahnya, dengan beberapa pertanyaan tentang alasan kenapa ia tergesa pulang ke Sudan.

Amarpun menceritakan bahwa ia sudah lima tahun di Kota Riyadh ini dan tidak mendapatkan kesempatan kerja yang tetap serta gaji yang cukup untuk menghidupi keluarganya.

Prince mengangguk nganguk dan bertanya: "Berapakah gajihmu dalam satu bulan?"
Amar kebingungan, karena gaji yang ia terima tidak pernah tetap. Bahkan sering ia tidak punya gaji sama sekali, bahkan berbulan bulan tanpa gaji dinegeri ini.

Prince memakluminya.
Beliau bertanya lagi: "Berapa gaji paling besar dalam sebulan yang pernah kamu dapati?"

Dahi Ammar berkerut mengingat kembali catatan hitamnya selama lima tahun kebelakang. Ia lalu menjawabnya dengan malu: "Hanya SR 1.400", jawab Ammar.

Prince langsung memerintahkan sekretarisnya untuk menghitung uang.
1.400 Real itu dikali dengan 5 tahun (60 bulan) dan hasilnya adalah SR 84.000 (84 Ribu Real = Rp. 184. 800.000). Saat itu juga bendahara Prince menghitung uang dan menyerahkannya kepada Amar.

Tubuh Amar bergetar melihat keajaiban dihadapannya.

Belum selesai bibirnya mengucapkan Al Hamdalah,
Prince baik itu menghampiri dan memeluknya seraya berkata:
"Aku tahu, cerita tentang keluargamu yang menantimu di Sudan. Pulanglah temui istri dan anakmu dengan uang ini. Lalu kembali lagi setelah 3 bulan. Saya siapkan tiketnya untuk kamu dan keluargamu kembali ke Riyadh. Jadilah Bilall dimasjidku.. dan hiduplah bersama kami di Palace ini"

Ammar tidak tahan lagi menahan air matanya.
Ia tidak terharu dengan jumlah uang itu, uang itu memang sangat besar artinya di negeri Sudan yang miskin. Ammar menangis karena keyakinannya selama ini benar, Allah sungguh sungguh memperhatikannya selama ini, kesabarannya selama lima tahun ini diakhiri dengan cara yang indah.

Ammar tidak usah lagi membayangkan hantaman sinar matahari disiang hari yang mengigit kulitnya. Ammar tidak usah lagi memikirkan kiriman tiap bulan untuk anaknya yang tidak ia ketahui akan ada atau tidak.

Semua berubah dalam sekejap!
Lima tahun itu adalah masa yang lama bagi Ammar.
Tapi masa yang teramat singkat untuk kekuasaan Allah.

Nothing Imposible for Allah,
Tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah..

Bumi inipun Milik Allah,..
Alam semesta, Hari ini dan Hari Akhir serta Akhirat berada dalam Kekuasaan Nya.

Inilah buah dari kesabaran dan keikhlasan.
Ini adalah cerita nyata yang tokohnya belum beranjak dari kota ini, saat ini Ammar hidup cukup dengan sebuah rumah di dalam Palace milik Prince.

Ia dianugerahi oleh Allah di Dunia ini hidup yang baik, ia menjabat sebagai Muadzin di Masjid Prince Saudi Arabia di pusat kota Riyadh.

Subhanallah...
Seperti itulah buah dari kesabaran.

‎"Jika sabar itu mudah, tentu semua orang bisa melakukannya.
Jika kamu mulai berkata sabar itu ada batasnya, itu cukup berarti pribadimu belum mampu menetapi kesabaran karena sabar itu tak ada batasnya.

Batas kesabaran itu terletak didekat pintu Syurga dalam naungan keridhaan Nya". (NAI)

وَمَا يُلَقَّاهَا إِلا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ

" Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar

dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar. " (Al Fushilat 35)

Allahuakbar!
Maha Benar Allah dengan segala Firman Nya

Perempuan Jalur Majemuk, Laki-laki Jalur Tunggal




Allan dan Barbara Pease menceritakan bahwa kebanyakan perempuan memiliki susunan otak yang membuatnya bisa menang berbicara dan menang mengomel dibanding semua lelaki. Bagian otak perempuan yang digunakan untuk berbicara dan berbahasa lebih banyak dibanding pada otak laki-laki.

Hal ini membuat dua sudut pandang yang berbeda. Di mata perempuan, laki-laki tampak tidak banyak bicara. Sedangkan di mata laki-laki, perempuan tampak tidak bisa diam. Menurut kaum perempuan, laki-laki banyak diam sampai hal-hal penting saja tidak dibicarakan. Menurut laki-laki, para perempuan terlalu banyak bicara, sampai hal-hal yang tidak penting pun diomongkan.
Otak perempuan memiliki susunan yang memungkinnya memiliki kemampuan “jalur majemuk”. Perempuan bisa bermain lempar empat atau lima bola sekaligus. Perempuan dapat menjalankan program komputer sambil berbicara di telepon dan mendengarkan pembicaraan kedua yang berlangsung di belakangnya; sambil minum secangkir teh hangat.

Perempuan dapat berbicara mengenai beberapa hal yang tidak berhubungan dalam satu percakapan, dan menggunakan lima jenis suara untuk mengganti pokok pembicaraan atau memberi tekanan pada suatu hal tertentu. Laki-laki hanya mampu mendengarkan tiga dari banyak suara tersebut, sehingga laki-laki sering kehilangan alur cerita pada waktu mendengarkan perempuan berbicara
“Jalur majemuk” dapat terjadi dalam satu percakapan.

Budi : Apakah Wulan akan datang pada pertemuan keluarga besok ?

Novi : Wulan bilang kemungkinan akan datang, tergantung kondisi order kue yang sekarang tengah menurun karena situasi ekonomi yang tengah labil. Sedangkan Dewi mungkin tidak datang karena Arya harus periksa ke dokter spesialis, bahkan Bambang tengah kehilangan pekerjaan, jadi dia sedang berusaha mencari pekerjaan baru, dan Sony tidak mendapatkan ijin cuti. Bosnya ketat sekali. Jadi Wulan bahkan mungkin datang lebih awal, supaya bisa mempersiapkan acara dan berbelanja berbagai keperluan, termasuk membelikan kado bagi pernikahan Ema. Mungkin sebaiknya kita nanti mengantar Wulan untuk……”

Budi : Apakah itu artinya “datang” atau “tidak” ?

Novi : Iya, tapi juga masih tergantung dengan kondisi Diana, apakah mobilnya bisa dipinjam atau tidak, karena semenjak mobil barunya dipakai Erik, Diana selalu mengeluhkan mobilnya yang tua dan sering masuk bengkel….. Bla bla bla…”

Budi merasa hanya bertanya sebuah pertanyaan sederhana, dan mestinya bisa dijawab ringkas dengan “datang” atau “tidak datang”. Bukankah sekedar bertanya, “Apakah Wulan akan datang pada acara pertemuan keluarga besok?” Mengapa jawabannya begitu panjang dan menghubungkan dengan banyak orang serta banyak kondisi yang tidak ditanyakan ?
Yang ditanyakan Budi hanya soal Wulan, namun Novi menjawab dengan menyebut tujuh nama orang lainnya, dengan beraneka topik yang menyertainya.



Sementara otak laki-laki tersusun dalam bentuk “jalur tunggal”. Rata-rata kaum lelaki hanya bisa memusatkan perhatian pada satu hal pada satu saat. Jika seorang perempuan mengajak bicara laki-laki yang tengah menyetir mobil di jalan melingkar, jalan keluar akan terlewatkan olehnya, dan laki-laki ini akan menyalahkan perempuan karena berbicara.

Jika laki-laki tengah melaksanakan satu pekerjaan di kantor, ia tidak mau diganggu dengan diajak mengobrol. Begitu mengobrol, maka pekerjaan ditinggalkan. Bahkan saat menerima telepon, laki-laki cenderung mencari tempat yang sepi karena tidak mau diganggu suara lainnya.

Konon, banyak perempuan yang merasa bahwa hanya merekalah satu-satunya orang dewasa yang berpikiran sehat dalam keluarga. Mereka merasa, suami mereka berkelakuan seperti anak-anak. Sementara kaum laki-laki menganggap isteri mereka tidak bisa diajak diskusi ilmiah dan rasional, sehingga kadang suami merasa malu jika mendengar isterinya berbicara di depan orang banyak.

Sudahlah. Ini kan natural. Jangan saling heran dengan pasangan anda. Mengerti perbedaan harus membuat suami dan isteri semakin bisa menerima satu dengan yang lainnya. Tidak saling menyalahkan, tidak saling menjelekkan, namun berusaha selalu lebih mendekat kepada pasangan.

Bentuk dan struktur otaknya saja sudah beda, mau diapakan lagi. Terima saja apa adanya.
http://cahyadi-takariawan.web.id/?p=1671#comment-2745

Minggu, 25 September 2011

Selasa, 20 September 2011

Keutamaan Azan

(1033)Abu Hurairah ra berkata; Rasulullah saw bersabda; " Seandainya orang-orang mengetahui pahala azan dan shaf awal, kemudian untuk mendapatkannya harus undian, tentu mereka mau melakukannya untuk undian itu. Jika mereka mengetahui pahala berangkat awal shalat, pasti mereka akan berlomba-lomba untuk berangkat shalat lebih awal. Dan seandainya mereka mengetahui keutamaan shalat Isya dan Subuh, pasti mereka pergi kemasjid untuk melakukan shalat Isya dan Subuh meskipun harus merangkak"
(Muttafaq'alaih)

Rabu, 14 September 2011

Pelajaran dari “Perangkap Tikus”

Sepasang suami dan istri petani pulang kerumah setelah berbelanja.
Ketika mereka membuka barang belanjaan, seekor tikur memperhatikan
dengan seksama sambil menggumam “hmmm…makanan apa lagi yang dibawa
mereka dari pasar??”

Ternyata, salah satu yang dibeli oleh petani ini adalah Perangkap Tikus.
Sang tikus kaget bukan kepalang. Ia segera berlari menuju kandang dan
berteriak ” Ada Perangkap Tikus di rumah….di rumah sekarang ada
perangkap tikus….”

Ia mendatangi ayam dan berteriak ” ada perangkap tikus”

Sang Ayam berkata ” Tuan Tikus…, Aku turut bersedih, tapi itu tidak
berpengaruh terhadap diriku”

Sang Tikus lalu pergi menemui seekor Kambing sambil berteriak.

Sang Kambing pun berkata ” Aku turut ber simpati…tapi tidak ada yang
bisa aku lakukan”

Tikus lalu menemui Sapi. Ia mendapat jawaban sama. ” Maafkan aku. Tapi
perangkap tikus tidak berbahaya buat aku sama sekali”

Ia lalu lari ke hutan dan bertemu Ular. Sng ular berkata “
Ahhh…Perangkap Tikus yang kecil tidak akan mencelakai aku”

Akhirnya Sang Tikus kembali kerumah dengan pasrah mengetahui kalau ia
akan menghadapi bahaya sendiri.

Suatu malam, pemilik rumah terbangun mendengar suara keras perangkap
tikusnya berbunyi menandakan telah memakan korban. Ketika melihat
perangkap tikusnya, ternyata seekor ular berbisa. Buntut ular yang
terperangkap membuat ular semakin ganas dan menyerang istri pemilik
rumah. Walaupun sang Suami sempat membunuh ular berbisa tersebut, sang
istri tidak sempat diselamatkan.

Sang suami harus membawa istrinya kerumah sakit dan kemudian istrinya
sudah boleh pulang namun beberapa hari kemudian istrinya tetap demam.

Ia lalu minta dibuatkan sop ceker ayam oleh suaminya. (kita semua tau,
sop ceker ayam sangat bermanfaat buat mengurangi demam) Suaminya dengan
segera menyembelih ayamnya untuk dimasak cekernya.

Beberapa hari kemudian sakitnya tidak kunjung reda. Seorang teman
menyarankan untuk makan hati kambing. Ia lalu menyembelih kambingnya
untuk mengambil hatinya.

Masih, istrinya tidak sembuh-sembuh dan akhirnya meninggal dunia.

Banyak sekali orang datang pada saat pemakaman. Sehingga sang Petani
harus menyembelih sapinya untuk memberi makan orang-orang yang melayat.

Dari kejauhan…Sang Tikus menatap dengan penuh kesedihan. Beberapa hari
kemudian ia melihat Perangkap Tikus tersebut sudah tidak digunakan lagi.

SO…SUATU HARI..KETIKA ANDA MENDENGAR SESEORANG DALAM KESULITAN DAN
MENGIRA ITU BUKAN URUSAN ANDA…PIKIRKANLAH SEKALI LAGI

Orang Besar Dibentuk Kata-kata Positif

Bila Anda sering menonton TV, maka tentu Anda pernah menyaksikan yang namanya sinetron, telenovela, atau yang sejenis dengan itu. Anda menyaksikannya karena
hobby atau tidak sengaja ketika pijit channel, tidak jadi masalah. Yang ingin saya ingatkan dengan pernyataan di atas adalah suatu kenyataan bahwa dalam
acara-acara TV itu banyak sekali kita jumpai kata-kata kasar, menghina, memaki, mencaci mengumpat, dan lain sebagainya. Dan saya pikir, apa yang disajikan dalam
TV paling tidak adalah suatu gambaran real kehidupan manusia pada umumnya. Maksud saya dengan gambaran real adalah fenomena hubungan antar manusia yang sering
kali ditimpali oleh kata-kata kasar, menghina, mencaci, memaki dan sumpah serapah.

Masih terlalu banyak orang-orang yang dalam pergaulan sehari-hari senantiasa mengisi dialognya dengan kata-kata negatif tersebut. Sebentar-sebentar ia
teriak; “Anjing”, Babi, Setan, Goblok dan lain sebagainya. Jika Anda mau sedikit meneliti, hampir semua abjad alphabet dapat mewakili satu atau lebih
kata negatif; (Anjing, Babi, Cucunguk, Dongo, Edan,Fuck you, Goblok, Haram jadah, dan seterusnya). Mohon alinea ini dibaca dalam hati saja, hanya untuk contoh.

Di hampir setiap tempat dan di setiap waktu dapat kita jumpai orang-orang yang biasa ataupun jarang-jarang, mengucapkan kata-kata kasar, kotor dan negatif ini. Di
pasar, di jalan, di kantor, di sekolah, di rumah, atau di manapaun yang di situ ada manusianya. Bahkan ketika sendiripun manusia masih sempat juga memaki; “Sialan!,
gua sendirian aja nih!”.

Kata-kata negatif biasa diucapkan manusia sebagai ekspresi dari rasa kesal, marah, iri, emosi atau bermaksud melecehkan. Ia terlontar kadang secara
spontan menurut kebiasaan pelakunya. Kadang kata negatif juga terlontar sebagai tanda keakraban yang sangat antara dua pihak; “Hei Asu, kemana aja lu???

Kata-kata negatif biasanya terlontar dari orang-orang yang secara faktual kurang bisa menahan emosi dan amarah, kurang religius dan kurang berpendidikan.
Namun tidak menutup kemungkinan bahwa di suatu saat,orang yang sangat saleh pun dapat lepas kendali dan melontarkan kata-kata negatif.

Di satu sisi, kata-kata negatif terkadang cukup manjur untuk melampiaskan kemarahan dan rasa kesal; misalnya kita berjalan kaki setelah hujan, lalu tiba-tiba ada
mobil ngebut dan menghempaskan genangan air berlumpur menyembur ke body kita; Kalau Anda orang biasa, sambil loncat Anda akan teriak : “Setaaan!!. Kalau Anda
loncat sambil teriak : “Astaghfirullaaah” , Anda orang yang luar biasa. Dengan teriakan itu mungkin kita akan sedikit merasa lega, dan sambil bersungut-sungut
mengibas-kibaskan pakaian yang kotor, kita akan melanjutkan perjalanan sementara yang ngebut tadi terus saja tanpa merasa berdosa.

Di sisi lain, kata-kata negatif merupakan awal bagi kehancuran peradaban manusia, di awali ketika Qabil berkata “Gua Bunuh lu!” kepada saudaranya Habil, dan
akhirnya terus berlanjut hingga era kita sekarang ini.Kata-kata negatif mengiringi derap manusia kemanapun ia melangkah dan mungkin akan terus demikian hingga
perjalanan manusia di dunia ini finish.

Implikasi psikologis dari kata-kata negatif sesungguhnya amat besar pengaruhnya pada perkembangan jiwa seseorang, apakah itu orang yang mengucapkannya
ataupun orang yang menjadi obyek ucapan tersebut.Ketika kata-kata negatif dilontarkan oleh seseorang,maka orang lain segera berkesimpulan seperti apa watak
orang tersebut. Manakala kata-kata negatif itu ditujukan kepada diri sendiri, maka sang diri akan menjadi sosok yang kerdil, tidak PEDE, emosional,
tidak bersemangat, tertutup, tidak punya keyakinan untuk melakukan sesuatu dan pada akhirnya tidak bisa berkembang ke arah kemajuan. Ia akan berjalan di
tempat sementara orang lain berlari maju. Bahkan sangat mungkin ia malah surut ke belakang.

Tatkala kata-kata negatif ditujukan kepada orang lain,biasanya berakhir pada perselisihan yang tidak sehat alias cari penyakit. Jika kata-kata negatif diarahkan
seorang kepala keluarga atau ibu rumah tangga kepada anaknya, maka si anak bukannya akan makin rajin,inovatif, kreatif, aktif, bersemangat untuk maju dan
memiliki kepercayaan diri yang tinggi, justeru sebaliknya, kata-kata negatif itu malah akan membuatnya makin minder, malas tidak bersemangat,
tidak PEDE dan tidak berani untuk melakukan ide-ide kreatifnya. Dan pada akhirnya sang anak akan tersisih dari percaturan dunia.

“Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki; Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri; Jika anak dibesarkan dengan
penghinaan, ia belajar menyesali diri.” Demikian antara lain isi puisi Dorothy Law Nolte yang berjudul “Children Learn What They Live”. Ini artinya peran
kata-kata orang di sekitar si anak akan membentuk pribadinya ketika ia beranjak dewasa.

Prof. Emoto Masaru, seorang ahli teori gelombang telah mengadakan penelitian sehubungan dengan kata-kata negatif dan kata-kata positif. Ia melontarkan secara
bergantian kata-kata yang positif seperti Hebat, Kamu Bisa, Terima Kasih, Aku Sayang Kamu dsb, serta kata-kata negatif seperti Goblok kamu, Saya tidak
bisa, Menyebalkan, dllsbg, di atas permukaan air.Kemudian dengan suatu alat khusus ia mengamati citra yang dibentuk air sebagai akibat dari lontaran
kata-kata tadi. Ternyata kata-kata negatif membentuk suatu citra yang rusak, tidak beraturan dan tidak estetis. Sebaliknya kata-kata positif membentuk suatu
citra yang teratur rapi, beraturan dan bernilai estetika tinggi. Jika jiwa manusia dianggap sebagai air ( toh bahan dasar manusia memang air), maka
pengaruh kata-kata positif atau kata-kata negatif akan membentuk citra yang kira-kira sama dan tidak jauh berbeda pada hati dan jiwanya. (sumbernya mungkin
kurang jelas, saya dapat dalam suatu sesi pendidikan di LG)

So, tidak perlu lama-lama menunggu datangnya petaka diakhirat bagi orang-orang yang biasa mengumpat dan mencela serta memaki, sebab di duniapun ia akan
berhadapan dengan petaka psikologis yang menimpa dirinya atau orang-orang terdekatnya sebagai akibat dari kata-kata negatif yang diucapkannya.
“Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela.”
(Q.S. Al-Humazah : 1)

Setelah kita ketahui betapa sangat berbahayanya pengaruh kata-kata negatif bagi jiwa dan hati kita,maka kini tinggallah menetapkan pilihan pada tiap-tiap
diri, apakah ia akan meneruskan kebiasaannya dengan kata-kata negatif tersebut dan menggantinya dengan kata-kata positif yang akan mengobarkan semangat,
membentuk kepercayaan diri, membangun kekuatan jiwa,menguatkan pengendalian emosi, dan pada akhirnya akan membentuk dirinya secara utuh sebagai manusia yang
bertutur dengan tutur kata yang telah digariskan oleh Allah SWT. Manusia itu adalah hewan yang berbicara dan berkomunikasi, kekerdilan diri ataupun kebesaran
jiwanya akan tergambar jelas dari apa yang ia ucapkan dan dari ucapan-ucapan yang biasa ia terima. Maka orang besar hanya akan menjadi besar jika ia biasa
mengucapkan kata-kata positif dan menerima kata-kata positif pula. Apatah lagi jika yang positif itu tidak hanya sebatas kata-kata, namun juga aplikasi cara
hidup sehari-hari.

“…Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil
harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang
baik (ma’ruf)”. (Q.S. An-Nisa : 5). Lihat juga
Al-Baqarah : 83; An-Nisa : 8; Al-Israa : 23-24;
Al-Ahzab : 32; Thaa Haa : 44; Al-Furqaan : 63.

Bagi Anda yang telah terbiasa mengucapkan katakata positif, baik terhadap diri ataupun terhadap orang-orang di sekitarnya, saya ucapkan selamat,
karena Anda telah memiliki modal dasar untuk menjadi orang besar. Bagi yang biasa mengucapkan kata-kata negatif, saya yakin ia bisa berhenti kapanpun ia
kehendaki, dan mulai dengan kata-kata positif untuk membangun kebesaran jiwanya. Seperti kata pepatah
“Mulutmu Harimaumu”. Wallahu a’lam.


Sesungguhnya, hanya dengan mengingat Allah, hati akan
tenang

Oleh : Ahmad Sopiani

Karunia Kegagalan

Kehidupan ini, sebenarnya lebih mirip pelangi ketimbang sebuah foto hitam putih. Setiap manusia akan merasakan begitu banyak warna kehidupan. la mungkin mencintai sebagian warna tersebut. Tapi yang pasti ia tidak akan mencintai semua warna itu.

Demikian pula dengan perasaan kita. Semua warna kehidupan yang kita alami, akan klta respon dengan berbagai jenis perasaan yang berbeda-beda. Maka ada duka di depan suka, ada cinta di depan benci, ada harapan di depan cemas, ada gembra di depan sedih. Kita merasakan semua warna perasaan itu, sebagai respon kita terhadap berbagai peristiwa kehidupan yang kita hadapi.

Seseorang menjadi pahlawan, sebenarnya disebabkan sebagiannya oleh kemampuannya mensiasati perasaan-perasaannya sedemikian rupa, sehingga ia tetap berada dalam kondisi kejiwaan yang mendukung proses produktivitasnya.
Misalnya ketika kita menghadapi kegagalan. Banyak orang yang lebih suka mengutuk kegagalan, dan menganggapnya sebagai musibah dan cobaan hidup. Kita mungkin tidak akan melakukan itu seandainya di dalam diri kita ada kebiasaan untuk memandang berbagai peristiwa kehidupan secara objektif, ada tradisi jiwa besar, ada kelapangan dada serta pemahaman akan takdir yang mendalam.

Kegagalan, dalam berbagai aspek kehidupan, terkadang diperlukan untuk mencapai sebuah sukses. Bahkan dalam banyak cerita kehidupan yang pernah klta dengar atau baca dari orang-orang sukses, kegagalan menjadi semacam faktor pembeda dengan sukses, yang diturunkan guna menguatkan dorongan untuk sukses dalam diri seseorang. Di sela-sela itu semua, kita juga membaca sebuah cerita, tentang bagaimana kegagalan telah mengalihkan perhatian seseorang kepada kompetensi inti, atau pusat keunggulan, yang semula tidak ia ketahui sama sekali.

ltulah misalnya yang dialami oleh Ibnu Khaldun. Kita semua mengenal nama ini sebagai seorang sejarawan dan filosof sejarah. la telah menulis sebuah buku sejarah bangsa-bangsa dunia dengan sangat cemerlang. Tapi yang jauh lebih cemerlang dari buku sejarah itu adalah tulisan pengantarnya yang memuat kaidah-kaidah pergerakan sejarah, hukum-hukum kejatuhan dan kebangunan bangsa-bangsa. Tulisan pengantar itulah yang kemudian dikenal sebagai Muqoddimah Ibnu Khaldun. Di negeri kita “muqoddimah” buku sejarah ini bahkan sudah diterjemahkan, sementara buku sejarahnya sendiri belum dlterjemahkan.

Buku Muqoddimah itulah yang mengantarkan Ibnu Khaldun untuk men–duduki posisi sebagal filosof sejarah yang abadi dalam sejarah. Tapi mungkin jarang diantara kita yang tahu kalau sesungguhnya buku itu merupakan hasil perenungan selama kurang lebih empat bulan, atas kegagalannya sebagal praktisi politik.

Takdirnya adalah menjadi filosof sejarah. Bukan sebagal politisi ulung. Tapi mungkinkah ia menemukan takdir itu seandainya ia tidak melewati deretan kegagalan yang membuatnya bosan dengan politik, dan membawanya kedalam perenungan-perenungan panjang diluar pentas politik, tapi justru yang kemudian melahirkan karya monumental?

Oleh: Anis Matta Lc.

Sabtu, 10 September 2011

Di Balik Pemujaan Wahabi

Islam sama sekali tak bisa dilepaskan dari sosok Baginda Nabi SAW. Beliau adalah insan yang menerima wahyu dari Allah SWT untuk memberikan pencerahan kepada umat manusia dengan agama yang sempurna ini. Tiada sosok yang patut diagungkan di muka bumi melebihi Baginda Nabi SAW. Segenap keindahan fisik dan budi pekerti terdapat dalam figur Baginda Rasulullah SAW. Mencintai Baginda Nabi SAW adalah bagian dari mencintai Allah SWT. Beliau bersaba:
مَنْ أَحَبَّنِي فَقَدْ أَحَبَّ اللهَ وَمَنْ أَطَاعَنِي فَقَدْ أَطاَعَ اللهَ
“Barangsiapa mencintaiku, maka ia benar-benar telah mencintai Allah SWT. Barangsiapa menaatiku, maka ia benar-benar telah taat kepada Allah SWT.”

Cinta haruslah disertai dengan penghormatan dan pengagungan. Oleh sebab itu Allah SWT memerintahkan manusia agar mengagungkan sosok Baginda Nabi SAW. Allah SWT berfirman:

إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا (8) لِتُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُعَزِّرُوهُ وَتُوَقِّرُوهُ
“Sesungguhnya kami mengutus kamu sebagai saksi, pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, menguatkan (agama)Nya dan mengagungkan Rasul-Nya.”

Cinta para sahabat kepada Baginda Rasul SAW adalah cinta yang patut diteladani. Dalam hadits-hadits disebutkan bagaimana para sahabat saling berebut bekas air wudhu Baginda Nabi SAW. Meski hanya tetesan air, namun air itu telah menyentuh jasad makhluk yang paling dekat dengan Sang Pencipta. Karena itulah mereka begitu memuliakannya dan mengharap berkah yang terpendam di dalamnya. Ketika Baginda Nabi SAW mencukur rambut, para sahabat senantiasa mengerumuni beliau. Mereka ingin mendapatkan potongan rambut beliau meski sehelai. Dengan rambut itu mereka hendak mengenang dan mengharap berkah Nabi SAW. Demikianlah rasa cinta para sahabat kepada Baginda Nabi SAW.

Primitif

Apa yang berlaku saat ini di Bumi Haramain adalah sesuatu yang bertolak belakang dengan kaidah cinta. Di sana orang-orang Wahabi mengaku mencintai Baginda Nabi SAW, akan tetapi mereka sama sekali tidak menghormati beliau SAW. Mereka bahkan melecehkan beliau dan melakukan perbuatan yang teramat tidak pantas kepada sosok sebesar beliau. Bayangkan saja, rumah yang ditempati beliau selama 28 tahun, yang semestinya dimuliakan, mereka ratakan dengan tanah kemudian mereka bangun di atasnya toilet umum. Sungguh keterlaluan!

Fakta ini belakangan terkuak lewat video wawancara yang tersebar di Youtube. Adalah Dr. Sami bin Muhsin Angawi, seorang ahli purbakala, yang mengungkapkan fakta itu. Dalam video berdurasi 8:23 menit itu, ia mengungkapkan bahwa ia telah melakukan penelitian selama bertahun-tahun untuk mencari situs rumah Baginda Nabi SAW. Setelah berhasil, ia menyerahkan hasil penelitiannya kepada pihak yang berwenang.

Respon pihak berwenang Arab Saudi ternyata jauh dari perkiraan pakar yang mengantongi gelar Doktor arsitektur di London itu. Bukannya dijaga untuk dijadikan aset purbakala, situs temuannya malah mereka hancurkan. Ketika ditanya oleh pewawancara mengenai bangunan apa yang didirikan di atas lahan bersejarah itu, Sami Angawi terdiam dan tak mampu berkata-kata. Si pewawancara terus mendesaknya hingga akhirnya ia mengakui bahwa bangunan yang didirikan kelompok Wahabi di atas bekas rumah Baginda Nabi SAW adalah WC umum. Sami Angawi merasakan penyesalan yang sangat mendalam lantaran penelitiannya selama bertahun-tahun berakhir sia-sia. Ia kemudian mengungkapkan harapannya, “Kita berharap toilet itu segera dirobohkan dan dibangun kembali gedung yang layak. Seandainya ada tempat yang lebih utama berkahnya, tentu Allah SWT takkan menjadikan rumah itu sebagai tempat tinggal Rasul SAW dan tempat turunnya wahyu selama 13 tahun.”

Ulah jahil Wahabi itu tentu saja mengusik perasaan seluruh kaum muslimin. Situs rumah Baginda Nabi SAW adalah cagar budaya milik umat Islam di seluruh penjuru dunia. Mereka sama sekali tidak berhak untuk mengusik tempat terhormat itu. Ulah mereka ini kian mengukuhkan diri mereka sebagai kelompok primitif yang tak pandai menghargai nilai-nilai kebudayaan. Sebelum itu mereka telah merobohkan masjid-masjid bersejarah, di antaranya Masjid Hudaybiyah, tempat Syajarah ar-Ridhwan, Masjid Salman Alfarisi dan masjid di samping makam pamanda Nabi, Hamzah bin Abdal Muttalib. Pada tanggal 13 Agustus 2002 lalu, mereka meluluhkan masjid cucu Nabi, Imam Ali Uraidhi menggunakan dinamit dan membongkar makam beliau.



Selama ini kelompok Wahabi berdalih bahwa penghancuran tempat-tempat bersejarah itu ditempuh demi menjaga kemurnian Islam. Mereka sekadar mengantisipasi agar tempat-tempat itu tidak dijadikan sebagai ajang pengkultusan dan perbuatan-perbuatan yang mengarah kepada kemusyrikan. Akan tetapi dalih mereka agaknya kurang masuk akal, sebab nyatanya mereka berupaya mengabadikan sosok Syekh Muhammad bin Sholeh al-Utsaimin, salah seorang tokoh pentolan mereka. Mereka mendirikan sebuah bangunan yang besar dan mentereng untuk menyimpan peninggalan-peninggalan Syekh al-Utsaimin. Bandingkan perlakuan ini dengan perlakuan mereka kepada Baginda Nabi SAW. Mereka merobohkan rumah Baginda Nabi SAW dan menjadikan tempat yang berkah itu sebagai WC umum, kemudian membangun gedung megah untuk Al-Utsaimin. Siapakah sebetulnya yang lebih mulia bagi mereka? Baginda Rasulullah SAW ataukah Syekh al-Utsaimin?

Bangunan berdesain mirip buku itu dibubuhi tulisan “Yayasan Syeikh Muhammad bin Sholeh al-Utsaimin.” Di dalamnya terdapat benda-benda peninggalan Syekh al-Utsaimin, seperti kaca mata, arloji dan pena. Benda-benda itu diletakkan pada etalase kaca dan masing-masing diberi keterangan semisal, “Pena terakhir yang dipakai Syekh al-Utsaimin.”

Sungguh ironis, mengingat mereka begitu getol memberangus semua peninggalan Baginda Nabi SAW. Ulama mereka bahkan mengharamkan pelestarian segala bentuk peninggalan Baginda Nabi SAW. Beruntung, sebagian benda peninggalan beliau telah dipindahkan ke Turki.

Haul Wahabi

Wahabi melarang keras pengkultusan terhadap diri Baginda Nabi SAW, akan tetapi mereka sendiri melakukan pengkultusan terhadap diri Syekh al-Utsaimin. Mereka membid’ahkan peringatan haul seorang ulama atau wali, akan tetapi belakangan mereka juga menghelat semacam haul untuk Syekh al-Utsaimin dengan nama ‘Haflah Takrim.” Betapa ganjilnya sikap kelompok Wahabi ini.

‘Haul’ al-Utsaimin mereka adakan pada bulan Januari 2010 lalu di sebuah hotel di Kairo di bawah naungan Duta Besar Saudi di Kairo, Hisham Muhyiddin. Rangkaian acara haul itu dibuka dengan pembacaan ayat-ayat Quran, dilanjutkan sambutan-sambutan berisi pujian terhadap almarhum. Sambutan pertama disampaikan Ketua yayasan ar-Rusyd sekaligus Presiden Asosiasi Penerbit Saudi, yang memuji peran Syekh Utsaimin dalam penyebaran agama Islam. Sambutan selanjutnya disampaikan Abdullah, putra Utsaimin, kemudian Atase Kebudayaan Saudi Muhammad bin Abdul Aziz Al-Aqil. Yang disebutkan belakangan ini banyak mengulas manakib Syekh al-Utsaimin dengan menjelaskan tahun lahir dan wafatnya. “Perayaan ini adalah sedikit yang bisa kami persembahkan untuk mendiang Syekh Utsaimin,” ujarnya.



Acara haul ditutup dengan saling tukar tanda kehormatan antara Yayasan ar-Rusyd, Yayasan Utsaimin, Atase Kebudayaan dan Deputi Menteri Kebudayaan dan Informasi. Begitu pentingnya perayaan untuk Utsaimin ini sampai-sampai seorang pengagumnya menggubah sebuah syair:

وَاللهِ لَوْ وَضَعَ اْلأَناَمُ مَحَافِلاَ # مَاوَفَتِ الشَّيْخَ اْلوَقُورَحَقَّهُ
“Demi Allah, Seandainya segenap manusia membuat banyak perayaan untuk Syeikh Utsaimin, hal itu tidaklah mampu memenuhi hak beliau.”

Syair itu menunjukkan pengkultusan orang-orang Wahabi terhadap Syekh Utsaimin. Pengagungan yang kebablasan juga mereka berikan kepada pendiri aliran Wahabi, Muhammad bin Abdul Wahab. Seorang Mahasiswa Universitas Riyadh pernah memprotes dosennya, Dr. Abdul Adhim al-Syanawi, karena memuji Rasulullah SAW. Sang dosen menanyakan apa penyebab si mahasiswa membenci Nabi SAW? Mahasiswa itu menjawab bahwa yang memulai perang kebencian adalah Baginda Nabi sendiri (sambil menyitir hadits seputar fitnah yg muncul dari Najed, tempat kelahiran Muhamad bin Abdul Wahab). “Kalau begitu, siapa yang kamu cintai?” tanya sang dosen. Lalu si mahasiswa menjawab bahwa yang dicintainya adalah Syekh Muhammad bin Abdul Wahab. Selanjutnya sang dosen menanyakan alasan kecintaan mahasiswanya itu. “Karena Syekh Muhammad Abdul Wahab menghidupkan sunnah dan menghancurkan bid’ah,” Jawab mahasiswa itu. (kisah ini dicatat Ibrahim Abd al-Wahid al-Sayyid,dalam kitabnya, Kasf al-Litsam ‘an Fikr al-Li’am hlm.3-4.)


Sungguh benar Baginda Nabi SAW. yang dalam salah satu hadits beliau mengisyaratkan bahwa akan ada fitnah (Wahabi) yang bakal muncul dari Najed. Isyarat itu menjadi nyata semenjak munculnya Muhammad bin Abdul Wahab dari Najed yang dengan bantuan kolonial Inggris mencabik-cabik syariat Islam.

Syekh Utsaimin adalah salah satu penerus Muhammad bin Abdul Wahab. Ia juga gencar menyebarkan fitnah lewat tulisan-tulisannya. Salah satu fitnah itu seperti tertera di dalam karyanya, al-Manahi al-Lafdziyyah hal 161. Di situ ia menulis:

وَلاَ أَعْلَمُ إِلىَ سَاعَتيِ هَذِهِ اَنَّهُ جَاءَ أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم أَفْضَلُ اْلخَلْقِ مُطْلَقاً فيِ كُلِّ شَئٍْ
“Dan saya tidak mengetahui sampai detik ini bahwa Muhammad adalah makhluk Allah yang lebih utama dari segala makhluk apa pun secara mutlak.” Agaknya kalimat inilah yang membuat penganut Wahabi lebih mengagungkan Utsaimin dari pada Baginda Rasulullah SAW….! Ibnu KhariQ

Sumber :
Majalah Cahaya Nabawiy edisi 96 Juli 2011/Sya’ban 1432 H
http://www.forsansalaf.com/2011/di-balik-pemujaan-wahabi/

Kamis, 08 September 2011

Pelajaran dari burung pelikan

Kiriman dari seorang kawan.
Semoga bermanfaat.
___

Pelikan adalah burung penangkap ikan yg ulung. Tetapi di kota Montereya, California hal seperti ini tdk terjadi. Di kota ini, burung-burung pelikan tidak perlu bersusah payah utk mendapatkan ikan, karena banyak sekali pabrik-pabrik pengalengan ikan. Selama bertahun-tahun mereka berpesta dengan ikan-ikan yang berserakan.

Tetapi hal yang menakutkan terjadi ketika ikan di sepanjang pesisir mulai habis, & pabrik-pabrik pengalengan mulai tutup, burung-burung tersebut mengalami kesulitan. Karena sudah bertahun-tahun tidak menangkap ikan, mereka menjadi gemuk & malas.

Ikan-ikan yang dulu mereka mendapatkan dengan mudah sudah tidak ada, sehingga satu persatu dari mereka mulai sekarat & mati.

Para pecinta lingkungan hidup berusaha keras untuk menyelamatkan mereka. Berbagai cara dicoba untuk mencegah populasi burung ini agar tidak punah.
Sampai suatu saat terpikirkan oleh mereka untuk mengimport burung-burung pelikan dari daerah lain, yaitu pelikan-pelikan yg berburu ikan setiap hari.

Pelikan-pelikan tersebut lalu bergabung bersama pelikan-pelikan setempat. Hasilnya luar biasa. Pelikan-pelikan baru tersebut dengan segera berburu ikan dengan giatnya, perlahan-lahan pelikan-pelikan yang kelaparan tersebut tergerak untuk berburu ikan juga. Akhirnya pelikan-pelikan di daerah tersebut hidup dengan memburu ikan lagi.

Lesson From the Story:

Les Giblin, seorang pakar hubungan manusia menjelaskan bahwa manusia belajar sesuatu dari panca inderanya: 1% dari rasa, 1½ % dari sentuhan, 3½ % dari penciuman, 11% dari pendengaran, & 83% dari pengelihatan. John C Maxwel, seorang pakar kepemimpinan dalam sebuah surveinya membuktikan bahwa, “Bagaimana seorang menjadi pemimpin ?” 5% akibat dari sebuah krisis, 10% adalah karunia alami, & 85% adalah dikarenakan pengaruh dari pemimpin mereka.

Demikian halnya jika Anda ingin semakin maju, maka salah satu cara terbaik adalah dengan bergaul dengan orang-orang yang berprestasi yang bisa anda temui. Perhatikan cara mereka bekerja, lihat hidup mereka, pelajari cara berpikir mereka, lihat bagaimana mereka mengambil keputusan-keputusan penting dalam hidup mereka.

Best regards,
Feri S.