Kamis, 31 Januari 2013

Presiden PKS Menerima Suap?


Oleh. H. Iswan Kurnia Hasan, Lc.Dipl. (Ketua DPD PKS Banggai)

Sejak kemarin malam, mungkin ada berita yang sempat menggelisahkan jajaran kader, struktur, anggota legislatif dan simpatisan Partai Keadilan Sejahtera di seluruh Indonesia. Termasuk PKS di Kabupaten Banggai. Betapa tidak! Berita yang berkembang di media massa menyebutkan Presiden PKS hanya dalam hitungan jam dan tanpa pemeriksaan sebelumnya, ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Lutfi Hasan Ishaq, seorang alumni Timur Tengah, salah satu dari Dewan Pendiri Partai, Anggota DPR RI Komisi I sekaligus menjabat sebagai Presiden PKS diduga terlibat suap impor daging sapi. Lutfi terseret kasus ini karena sebelumnya KPK sempat melakukan operasi tangkap tangan terhadap empat orang yang diduga terlibat penyuapan di Hotel Le Meridien Jakarta. Menurut Johan Budi, jubir KPK, dari gelar perkara yang dilakukan terhadap empat orang tersebut, KPK sudah mempunyai dua barang bukti sehingga malamnya Lutfi dijadikan tersangka. Tanpa pemeriksaan sebelumnya. Akhirnya Lutfi kemudian dijemput di Sekretariat DPP PKS lalu dibawa ke kantor KPK untuk dimintai keterangan. Sebagai seorang fungsionaris partai, banyak sekali pertanyaan yang menggelayut dalam pikiran saya. Sama seperti pertanyaan yang juga ada di pikiran masyarakat. Satu pertanyaan terbesar dalam pikiran saya dan tidak bisa terjawab, adalah ketika saya mencoba memposisikan diri saya saat ini dalam posisi sebagai Presiden partai seperti Ustad Lutfi. Apakah mungkin saya mau mengorbankan citra partai yang membawa jargon bersih, peduli dan profesional hanya karena ingin mendapatkan dana recehan sejumlah 1 miliar untuk skala nasional? Apakah mungkin bila saya sebagai presiden partai di tengah berbagai permasalahan bangsa yang lebih strategis untuk diperhatikan, mau menguras energi dan pikiran untuk memikirkan bagaimana cara menerima suap daging sapi impor yang jumlahnya hanya 1 miliar saja? Atau bagaimana mungkin ketika ICW pada tahun 2012 mengeluarkan data kasus-kasus korupsi yang menjerat berbagai pejabat publik dan PKS adalah partai paling rendah korupsinya selama tahun 2012, lantas saya sebagai presiden partai mau menjual semua citra itu dengan menerima suap sejumlah 1 miliar? Sangat tidak mungkin! Lagi pula, ada beberapa kejanggalan yang sangat menggelitik dari kasus ini.

Kejanggalan pertama, ketika awal berita penangkapan, muncul isu di berbagai media bahwa yang ikut ditangkap adalah supir Menteri Pertanian, Suswono. Ternyata bukan. Bahkan Pak Menteri secara langsung mengecek keberadaan dua sopirnya dan tidak satupun dari keduanya yang meninggalkan tempat dan jalan-jalan ke Hotel Le Meridien.

 Kejanggalan kedua, informasi setelah penangkapan menyebutkan yang mau disuap adalah anggota Komisi IV DPR dari PKS. Lalu berkembang menjadi Luthfi Hasan Ishaq yang merupakan anggota Komisi I DPR. Sementara Komisi I di DPR RI adalah komisi yang membidangi pertahanan, intelijen, luar negeri, komunikasi dan informatika. Bukan urusan pangan.

Kejanggalan ketiga, jika berkaitan dengan daging impor, dan tudingannya diarahkan bahwa LHI bisa mengatur Mentan yang notabene adalah kader PKS jelas salah alamat. Pasalnya Mentan tidak mengatur impor daging. Quota impor daging yang mengatur adalah Kementerian Perdagangan. Apakah mungkin seorang Lutfi yang dari PKS mampu mengatur Memperindag yang notabene orangnya SBY? Sangat tidak mungkin.

Sementara kejanggalan keempat, disebutkan bahwa ada upaya penyuapan. Padahal LHI tidak menerima uang tersebut. Hanya disebutkan bahwa uang itu baru akan diberikan untuk LHI. Apakah adil orang yang berupaya mau disuap dijadikan tersangka secara langsung? Padahal dia bisa jadi tidak tahu ada upaya itu. Apalagi tidak menerima uang tersebut!

Dan, kejanggalan kelima, penetapan tersangka kepada LHI oleh KPK tanpa didahului oleh pemeriksaan. KPK memang bisa langsung menetapkan tersangka terhadap seseorang yang tertangkap basah melakukan transaksi korupsi, namun LHI tidak ada dalam penggerebekan yang dilakukan KPK itu. Hanya ada empat orang yang tertangkap tangan secara langsung. Pada Selasa malam (29/1/2013) KPK mengamankan empat orang, yakni Ahmad Fathanah, Arya Abdi Effendi, Juard Effendi, dan seorang wanita bernama Maharani. Tidak ada Lutfi Hasan Ishaq. Lalu mengapa tiba-tiba LHI kurang dari 12 jam langsung ditetapkan menjadi tersangka tanpa ada pemeriksaan sebelumnya? Padahal kalau dilihat kasus-kasus korupsi yang lain. KPK bahkan membutuhkan waktu gelar perkara berbulan-bulan lamanya sebelum menetapkan seseorang sebagai tersangka. Sudah menjadi tersangka saja KPK perlu memberikan surat panggilan secara resmi. Nanti kalau menolak baru dijemput paksa.
Dari pihak internal, Presiden PKS Lutfi Hasan Ishaq dalam konferensi pers yang dilaksanakan di DPP PKS mengatakan agak terkejut ketika mendengar berita bahwa juru bicara KPK mengeluarkan pernyataan resmi tentang nama LHI sebagai salah satu yang diindikasikan terlibat kasus penyuapan. “Seandainya yang disangkakan adalah saya, maka sebagai warga negara Indonesia sudah tentu akan taat kepada proses hukum yang ada” tutur Lutfi. Presiden PKS juga menegaskan bahwa andai isu penyuapan itu benar, sudah barang tentu saya tidak akan menerimanya. “Tidak saya, tidak partai saya, tidak juga kader-kader Partai Keadilan Sejahtera” bantah Lutfi. Presiden PKS juga berpesan kepada seluruh jajaran kader, pengurus, anggota legislatif dan simpatisan PKS agar mampu menahan diri, terus berdoa dan menyerahkan semua urusan kepada Allah Swt. Presiden juga berpesan agar terus berjuang sehingga negeri ini bebas dari korupsi. Karena korupsi adalah tindakan merugikan negara dan menyengsarakan rakyat. Dan pemberantasan korupsi itu sudah menjadi komitmen PKS sejak awal. “Tidak ada yang pernah berubah dari komitmen ini” yakin Lutfi. Kalau seperti itu, lantas kenapa PKS selalu menjadi makhluk yang paling seksi dalam blantika perpolitikan Indonesia? Sehingga seorang presiden PKS hanya dalam tempo kurang dari 12 jam setelah operasi tangkap tangan yang tidak dihadirinya langsung dijadikan sebagai tersangka? Atau seorang Menteri Pertanian PKS yang tidak membidangi impor daging sapi sama sekali, diduga terkait dengan usaha suap impor daging sapi? Atau seorang anggota Dewan di Komisi I dipaksa untuk mengurus bidang pangan yang menjadi wewenang komisi IV? Saya tidak tahu jawabannya. Tapi setidaknya kasus yang menimpa Presiden PKS ini memberikan pelajaran politik berharga bagi masyarakat. Begitu pula kerjasama yang ditunjukkan oleh Presiden PKS ketika akan dibawa ke kantor KPK memberikan penguatan tersendiri bagi lembaga pemerintah seperti KPK. Masyarakat akhirnya mampu memiliki contoh bahwa Presiden Partai saja mampu dijadikan tersangka hanya dalam tempo beberapa jam saja. KPK memiliki kemampuan untuk itu. Kalau begitu seharusnya KPK juga memiliki kekuatan untuk melakukan hal yang sama kepada pimpinan partai lain setelah gelar perkara. Bukan hanya Ustad Lutfi saja yang dijadikan tersangka. Jangan karena kebetulan beliau dari PKS langsung dijadikan tersangka, sementara pimpinan partai yang terlibat kasus korupsi tidak dijadikan tersangka. Bagi KPK sendiri, keberanian untuk menjadikan Ustad Lutfi sebagai tersangka semoga juga menjalar untuk menetapkan tersangka-tersangka lainnya dalam proyek yang lebih besar, yang juga melibatkan pimpinan-pimpinan partai. Seperti proyek Hambalang, kasus Bank Century, kasus BLBI, proyek pengadaan Al-Quran, atau juga kasus baru yang dimuat oleh Jakarta Post yang berbicara tentang penggelapan pajak yang menimpa orang-orang paling penting di negeri ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar