Kamis, 14 Februari 2013

Cobaan atau Anugrah I Serial Nasihat Imam Hasan Al Banna


“ Yusuf berkata,  ‘Wahai Tuhanku penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan daripadaku tipu daya mereka,  tentu aku akan cenderung untuk              ( memenuhi keinginan mereka ) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh.” ( Yusuf[12]:13 )

Seperti itulah sunnatullah berlaku sebelum dan sesudahnya. Setiap kali seseorang menyampaikan kebenaran secara terang-terangan dan mengajak manusia kepada kebenaran secara terbuka, maka ia akan disakiti. Tetapi, kesudahan yang baik ini milik orang-orang yang bertakwa, dan pertolongan pasti diperoleh orang-orang yang sabar. “ Dan diantara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada ditepi, maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpah oleh suatu bencana, berbaliklah ia kebelakang. Rugilah ia didunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.”( al Hajj [22]:11 10

“ Dan di antara manusia ada orang yang berkata, ‘Kami beriman kepada Allah, ‘Maka apabila ia disakiti ( karena ia beriman ) kepada Allah, ia menganggap fitnah manusia itu sebagai azab Allah. Dan sungguh jika datang pertolongan dari Tuhanmu, maka pasti akan berkata, ‘Sesungguhnya, kami adalah besertamu. ‘Bukankah Allah lebih mengetahui apa yang ada dalam dada semua manusia?” ( al Ankabuut [29]:10 )

Mahasuci Allah yang telah membagi-bagikan suratan nasib. Tidak ada celaan dan tidak pula cercaan didalamnya. Satu golongan ada di surge dan golongan lain di neraka.
Aku membaca ayat-ayat ini seluruhnya, melayangkan pikiranku, dan berbagai makna menghampiri jiwaku. Sebagian makna menahan sebagian makna yang lain. Pikiran berpindah dari ayat-ayat menuju nasihat-nasihat, dan dari masa kini kepada masa silam. Aku membuka lembaran-lembaran sejarah, lalu ditengah-tengah lembaran yang cemerlang itu aku menemukan imam-imam fiqh Islam yang empat : Abu Hanifah an Nu’man bin Tsabit, Malik bin Anas, Muhammad bin Idris asy-Syafi’I, Ahmad bin Hambal asy-Syaibani – Semoga Allah meridhai mereka semua.

Mereka itulah orang-orang yang telah membuka jalan fiqh bagi umat, dan meratakan jalan-jalan itu bagi orang yang meniti jalan. Bagi umat Islam, mereka bagaikan matahari yang sangat bermanfaat bagi dunia dan menyehatkan bagi badan. Meski demikian, tidak seorang pun diantara mereka yang lepas dari cobaan dalam meniti kebenaran. Cobaan itu pada hakikatnya adalah suatu anugrah dan tidak diragukan lagi keberadaannya.

Abu Hanifah pernah ditawari jabatan qadhi dua kali. Beliau mengetahui bahwa kebebasan seorang qadhi waktu itu terancam oleh campur tangan penguasa dan pendapat para khalifah. Padahal, kaidah umum yang berlaku saat itu adalah lembaga qadhi termasuk lembaga tinggi yang tidak bisa diintervensi dan dipengaruhi karena adanya keinginan pihak lain.

Abu Hanifah memiliki pendapat sendiri tentang Negara sehingga beliau tidak mau menerima tawaran itu. Abu Ja’far mendesak, namun Abu Hanifah tetap pada pendiriannya. Abu Ja’far bersumpah, dan Abu Hanifah bersumpah. Masalahnya berubah menjadi ancaman, sehingga keduanya tidak melakukan apapun terhadap tekad yang lebih kuat dari besi. Imam Abu Hanifah didera sebanyak seratus cambukan hingga darah mengalir dipunggungnya, namun ia tetap pada pendiriannya dan tidak melemah. Kemudian ia dipenjara hingga meninggal dunia dalam penjara. Pendapat lain mengatakan bahwa beliau dikeluarkan dari penjara dan dikurung dalam rumahnya tanpa boleh berfatwa, tidak boleh dikunjungi oleh orang lain. Dalam keadaan yang demikian, beliau tetap pada sikapnya yang pertama.
Ibunya datang menegur dan berkata kepadanya, “Wahai Nu’man, sesungguhnya, ilmu yang hanya mengakibatkan pukulan dan kurungan bagimu, sebaiknya engkau lepaskan.”  Abu Hanifah menjawab, “Ibunda, seandainya aku menginginkan dunia niscaya aku tidak dipukul. Tetapi, aku menginginkan ridha Alllah dan menjaga ilmu.”

Imam Malik ditanya tentang masalah perceraian yang dipaksa, dan beliau mengerti apa yang dimaksud oleh penanya. Ia hanya bertanya tentang sumpah yang dipaksakan pemimpin terhadap rakyatnya, sehingga tak ada jalan keluar selain bersumpah agar terlepas dari siksaan yang pedih. Karena itu, Imam Malik menjawab, “ Talak orang yang dipaksa tidak sah.”
Penguasa marah terhadap fatwa sang imam, lalu ia memanggil sang imam dan berusaha membujuknya agar meninggalkan pendapatnya. Tetapi, Imam Malik menolak hingga sang penguasa memerintahkan agar ia dicambuk sebanyak seratus kali, ditarik dengan keras lengannya hingga putus, lalu diarak di pasar-pasar. Dalam kondisi seperti itu Imam Malik tetap berkata, “ Talak orang yang dipaksa tidak sah.”

Imam Syafi’I radhiyallahu ‘anhu, saat berada di Yaman, dituduh bergabuf dengan kelompok Hizb ath Thalibiyyin dan dituduh mengancam pemerintahan ar-Rasyid. Lalu, beliau dipanggil dari Shan’a ke Baghdad dalam keadaan terikat dan dibebani dengan besi. Beliau berdiri didepan ar-Rasyid, sedangkan dihadapannya ada hukuman : pedang dan cambuk. Sebelumnya, ia telah disiksa sebanyak Sembilan kali dan hukuman berikutnya adalah hukuman yang kesepuluh. Tetapi tekad Imam Syafi’I tidak melemah. Ia tidak bersedia tunduk. Rasa takut tidak menghilangkan akal sehatnya, dan kebenaran tetap melekat dalam jiwanya, sehingga beliau mendapat simpati dari khalifah.




Al-Mu’tashim berusaha membujuk Imam Ahmad bin Hambal asy-Syaibani untuk mengeluarkan satu pernyataan yang sejalan dengan pandangan dan mazhab khalifah. Tetapi Imam Ahmad adalah orang yang memegang Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah, menentang segala sesuatu yang ia dengar selain Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah, tanpa berubah dan bimbang. Beliau dipukuli hingga jatuh pingsan. Dikurung dalam rumahnya tanpa bisa berhubungan dengan seorang pun, sampai akhirnya Allah membuka jalan baginya,  sehingga sepak terjak musuh beliau seperti yang dikatakan syair berikut.

                “ Bagaikan orang yang membenturkan batu besar disuatu hari
                Agar ia tidak dapat melemahkannya
                Tetapi ia tidak mampu melemahkannya
                ( Ibarat ) kambing hutan yang melemahkan tanduknya “

Baik sebelum dan sesudah peristiwa itu, sampai Allah memusakai bumi beserta isinya, sunnatullah Yang Maha mulia lagi Maha besar akan tetap berlaku.
“ Dan sesungguhnya kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar diantara kamu, dan agar Kami menyatakan ( baik buruknya ) hal ihwalmu ( Muhammad [47] : 31 )

Ya Allah, Jika cobaan berada dalam ridha-Mu dan jalan-Mu, maka selamat datang cobaan. Bagi-Mu kerelaan hingga kamu ridha. Selama Engkau tidak murka kepada kami, maka kami tidak memedulikannya. Tetapi, ‘afiah-Mu lebih luas bagi kami. Hanya Allah-lah yang memiliki perkara sebelum dan sesudahnya.
Wahai para mujahid yang menyerukan kebenaran pada hari ini dan besok, inilah berita hari kemarin,
Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Alllah, maka ikutilah petunjuk mereka” ( al-An’am [6] : 90 )

10/ Dimuat dalam harian al-ikhwan al-muslimun edisi 192 tahun pertama, kamis 25 muharram 1366H./19 Desember 1946
               

Tidak ada komentar:

Posting Komentar